Friday, June 8, 2007

Aku pengin ini! Yg laen, ga’ boleh pake...

Tulisan ini bermula dari temen di sebuah milis yg curhat tentang salah satu dari tiga anaknya. Kukira ini adalah satu fenomena yg biasa dan sering terjadi pada anak. Dan mungkin juga ini adalah suatu fase (?) yg mesti dilalui seorang anak –saking banyaknya anak yg kulihat pernah berperilaku seperti ini. Tapi, mungkin (hmm...”kayaknya” pasti, dink) juga boleh dikata bahwa pada diri tiap orang mempunyai dasar/potensi sifat demikian. Ya,…setiap orang. Setiap makhluk yg bernama manusia. Dan akan makin terlihat ato gampang terlihat pada manusia kecil yaitu anak-anak, ato … manusia dewasa … yg bersifat kekanak-kanakan. Walo juga, potensi seperti ini–menurutku– ga perlu sampe harus dihilangkan. Cukup dikendalikan.

Jelasnya piye tho, iki [baca: gimana tho, ini]... qo’ masih misterius. Okey, ini aku kutipkan imel dari temen yg curhat tadi. Aku kutip seperlunya, dan aku ubah/lengkapi redaksi kalimatnya seperlunya juga, insya Allah tanpa mengubah maksudnya...

... anak yg pertama (6 th) th ini masuk SD , yg ke-2 masuk TK (4 th) .. dan yg ke-3 (2 th) masuk play group.. Selain yg formal2 .. kami juga memberikan tambahan pelajaran di rumah... Masalah tebesar adalah anak ke-2 (? tertulis demikian…)...selain sering ikutan belajar bersama kakaknya yg setingkat TK.. di playgroupnya, dia sudah tidak tertarik lagi dg pelajaran di sekolahnya. . Krn kita lihat memang kemampuan anak ke-2 saya jauh di atas rata-rata anak seusia dia (hanya baca dan tulis saja yg belum mau/bisa, ... tp utk ketrampilan gunting, tempel, menggambar .. sudah setingkat anak yg mau masuk SD)... hanya saja ... kelakuannya itu mau seenaknya sendiri .. selalu minta diprioritaskan, …kalau tidak, bakalan ngamuk ...Bertiga mereka belajar dg buku dan peralatan yg sama, tapi ada-ada saja ...yg katanya milik dia lebih jelek lah, atau pengen yg punya adik/kakaknya. . Dan caranya selalu merebut, bukannya meminta baik-baik... bagaimana ya caranya utk mengimbangi emosinya...
bahkan kalau sedang belajar komputer semua orang tidak boleh ikutan.. dia yg pegang kendali ...yg laen jadi penonton..
yg laen udah ngalah dan lihat TV... eeh direbutnya pula TV.. sampai kita2 bingung.. apa sih maunya anak ini.. kok usia segitu masih AKU AKU dan AKU ....

Nah, berikutnya adalah sharing yg bisa aku berikan...

Ini hanya sekadar sharing, munkin ada yg bisa diambil manfaatnya.
Karena aku yakin tiap anak punya keunikan masing-2. Sangat munkin 2 atau lebih anak yg memiliki kasus serupa, tapi ternyata perlu penanganan yg berbeda.

Dulu anakku yg kedua kurang lebih juga berperilaku –sebagiannya seperti anak di atas. Kalo kakak dan adiknya main, sering dia usilin. Apa yg mereka mainin, dimintanya; begitu pula kalo dah ganti mainan, dia ikut ganti juga. Bahkan tidak jarang, tanpa sebab apa pun, tiba2 dia "mukul" adiknya, ... suka ngusilin deh pokoknya. Sampe2 kami (ortunya) juga khawatir kalo2 ini gejala autis; dianya emang sangat aktif (alhamdulillah, autis sih, engga’).

Singkat ceritanya nih, alhamdulillah.. sikapnya yg kayak gituan sekarang dah mereda. Di antara yg kami lakukan terhadapnya adalah kami coba untuk selalu bisa menghadapinya secara wajar; maksudnya tanpa banyak penekanan/pressure terhadap dia, misal maksain dia harus begini, jangan begitu. Tidak terpancing ikut emosi melihat kelakuannya. (emang, sih ... marah kadang ga’ bisa ditahan2, walo penginnya ga’ mo marah. ya, mas Aar?)
Kami berusaha melakukan komunikasi yg lebih "setara" dg dia; sebisanya kami tidak memposisikan diri sebagai "raja/ratu" yg serba tau apa yg terbaik baginya dan oleh karenanya dia harus mengikuti kami. Kami coba berdialog dengannya secara baik2, ... kenapa dia berlaku seperti itu, maunya apa? Lalu coba kami cari/tawarkan alternatif2nya. Kalo pun ternyata dia belum mau,... ya udah kami (termasuk kakaknya) mengalah dulu, beri dia kesempatan untuk menggunakan/memainkan apa yg akan/sedang kita pakai (dg tetap menjaga keamanannya, misalkan waspada terhadap barang2 yg mudah rusak ato berbahaya).
Dan ketika kami berpindah ke aktivitas lain, ternyata dia ngikut juga, dan ngga mau ngalah juga,.. kadang kami (sekali lagi, bersama kakaknya) sepakat aja untuk niggalin dia, ngga nglakuin apa2, ... untuk "mengucilkan/ menghukum" dia. Tapi "pengucilan" ini biasanya ngga lama, dia biasanya pengin bergabung juga.
Atau kami coba cari/alihkan ke kegiatan lain yg lebih bisa dilakukan bersama-sama. Biasanya sih mengambil/membaca buku2. Setelah beginian, biasanya dah mulai normal. Apa yg mo kami lakukan dah mulai bisa dikerjakan kembali.
Memang hal ini kadang tidak mudah dilakukan, dan tidak bisa sekali jalan terus langsung jadi/berhasil. Semuanya berproses, perlu pembiasaan. Perlu waktu.

Selain cara seperti tadi, melalui aktivitasnya di TKIT yg dia ikuti, alhamdulillah hal itu juga turut memberi perubahan kepadanya. Dengan masuk ke TK, dia jadi punya aktivitas lain/baru, punya/bertambah teman2 lagi. Ada interaksi yg laen: dengan temen2nya atau gurunya. Itu semua merupakan masukan dan pengalaman yg bagus buat dia. [Dan ini yg menjadi salah satu alasan kenapa dia belum homeschooling seperti kakaknya –walo dia sendiri juga pengin/iri– yaitu karena "keaktifan" dia yg seperti itu. Kami khawatir malah "mengganggu" proses homeschooling yg baru kami mulai bersama kakaknya.]

Naah... (ternyata) sekarang gantian adiknya yg mulai mengalami/melakukan hal seperti itu. Apa yg kami/kakak2nya lakukan, biasanya dia ikut nimbrung, ... minta agar dapat bagian/berperan, trus ... dia kuasai. Kami pun kembali coba mendekatinya dengan cara tadi.
Heheheheh...muter lagi, nih... :D

Nampaknya –mengulang seperti yg dah ku tulis di depan– hal seperti ini memang bisa jadi merupakan sebuah fase yg lumrah dilalui anak2. Walo antara satu anak dg yg lainnya berbeda, baik dalam hal bentuk perilaku (keegoannnya) atau lama jangka waktunya. Bagaimana dengan anak anda? Anak2 di sekitar/lingkunagn anda?

Setiap anak memang unik. Dan kita sebagai orang tua memang mempunyai peranan untuk menjadi teman bermain dia, sahabat untuk saling berbagi cerita, guru yg memberikan arahannya dengan bijaksana, dan sebagai orang tua yg menjadi tempat yg teduh buat dia berlindung.

4 comments:

Ummu Aisyah said...

Menarik postingannya. Setiap anak memang unik,dengan sifat natural (sunnatullah) yang sudah terbentuk dari dasarnya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah,orangtuanya lah yg menjadikan anak itu bisa menjadi nasrani,yahudi atau majusi. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa segala sesuatu yang terjadi pada anak dikeudian hari semua terimplikasi dari bagaimana orangtua mendidiknya. Uswah yang baik adl. cara yg paling efektif utk anak,juga kita harus bisa memberikan pemahaman ( sesuai dengan cara berpikir anak) kepada anak untuk mau berbagi,dan untuk bisa mempunyai rasa respek dan empati terhadapa sesama. Tentu ini disesuaikan dengan tahapan2 perkembangan anak.
Oleh krn itu kita sbg orangtua harus rajin2 untuk mencari ilmu...ilmu bagaimana untuk mendidik anak yg tepat...selebihnya kita membutuhkan kelapangan hati dan kesabaran untuk menyingkapi kepribadian anak dengan jalan banyak berdoa kepada Allah SWT.
Doa dan ikhtiar intinya.
Terima kasih postingannya,banyak bermanfaat.
Happy weekend

-vera-

m.salahuddin said...

ya, setuju dg keteladanannya.
Itu memang penting
Jg tuk terus cari ilmunya, ..krn selalu berkembang
Thnx, masukan n tambahannya :)

Tukeranlink said...

Yup. Setiap anak emang unik.

angin-berbisik said...

thanks, ada pelajaran utk orangtua yg bisa diambil dr postingan ini...