Tuesday, June 23, 2009

Sebuah Potret di Sebuah Terminal


Aku tau kamu orang susah. Yang mencari sesuap nasi dengan susah payah. Tidak seperti orang kantoran yang sudah pasti dapat penghasilan bulanan. Kamu ”harus” banting tulang, peras keringat. Di tengah kehidupan yang begitu keras dan tidak bersahabat.

Aku tidak habis pikir. Teganya kamu berbuat begitu. Kondisimu yang banyak kekurangan dan keterbatasan tidak membuatmu menjadi mempunyai hati yang lunak dan peduli dengan orang-orang yang susah. Yang sepertimu. Orang-orang seperti itu kamu peras dan kamu perlakukan dengan sangat keras dan kasar.

”Ke mana, Bu?”, tanyamu. Di awal-awal, kamu bersikap baik kepada orang yang kamu hadapi.

”Ke kota A.”

”Oh, ayo sini sini. Mana barangnya, aku bawain.” Kamu mulai beraksi. Ingin memastikan agar calon penumpang itu pasti mau ngikutin kamu, dan beli tikel melalui kamu.

”Ga usah biar kami bawa sendiri”

”Ayo, ayo...sini aku bawain!”, kamu mulai agak memaksa. Dan beberapa kali kamu ulangi permintaan ini.

”Tidak, biar kami bawa sendiri. Kamu tunjukin saja bis X yang ingin kami naiki.”

Akhirnya kamu pun mengalah dan menyuruh calon penumpang itu agar mengikutimu menuju bis X (menurutmu). Kamu pun mengaku bahwa kamu adalah staf (karyawan perusahaan bis X tadi), sambil menunjukkan sebuah kartu kecil bergambar pas foto seseorang (fotomu?).

Kamu terus ”memandu” calon penumpang tadi menuju bis yang kamu janjikan. Kamu berjalan cepat, sedangkan calon penumpang itu berjalan lambat. Mungkin ibu itu sudah terlalu tua untuk berjalan cepat seperti kamu. Sesekali kamu berhenti. Menengok ke belakang, memastikan bahwa orang-orang itu masih mengikutimu. Begitu mereka sudah mendekat kembali, kamu pun terus berjalan kembali dengan ekspresi tidak sabar.

Sebenarnya kamu mengajak calon penumpang itu dengan cara memutar, masuk ke loket penjualan tiket. Tidak melalui pintu masuk yang semestinya, yang biasa dilalui orang-orang pada umumnya. Dan itu yang tidak diketahui oleh mereka, calon-calon penumpang yang kebanyakan orang luar daerah, yang tidak mengenal suasana terminal”mu”.

”Masuk,.. sini Bu! Sini Mas! Sudah,.. bayar di loket itu (tiketnya)!”, perintahmu begitu kamu selesai mengantar para calon penumpang itu.

”Sebentar..., ini bis apa? Bis X lain?”

”Sudaaah! Bayar saja!” sergahmu tidak sabar.

”Pastiin dulu, Mas, bener ga ini bis X? Ini, tiketnya aja lain. Ga ada tulisan bis X nya.”

”Ini orang rewel banget!”, kamu makin tidak sabaran. ”Udaah. Bayar saja! Iya, iya, .. pasti nanti naik bis X! Reseh banget sih, kalian!”

”Ya, tapi kan ini bukan bis X!”

”Ini jadi mo naik, gak sih!”, si cewek pemegang tiket yang menjaga loket pun ikut-ikutan.

”Ya, Mas, Bu,... jangan bikin emosi, kalian! Udah, bayar saja itu!”, temen lainnya juga nambahin.

Beberapa orang yang ada di situ juga ikut nambahin, menyebabkan suasana makin panas sehingga makin memojokkan para calon penumpang itu. Bahkan si calo tadi beberapa kali mendorong lelaki anak sang ibu calon penumpang.

”Lho! Jangan dorong-dorong anakku dong!”

Tapi kecemasan ibu itu tidak digubrisnya.

Pada akhirnya ibu dan anak itu pun terpaksa membayar tiket itu walaupun tetap dengan ketidakyakinan bahwa itu tiket bis X. Hanya karena tidak mau ribut lagi. Juga karena suasana memang tidak menguntungkan, begitu banyak yang mengeroyok mereka.

Tapi ternyata itu bukanlah akhir dari transaksi tiket bis yang sangat tidak bersahabat itu. Calon penumpang tadi masih dipaksa dan dibentak juga, agar menunggu/duduk di tempat tunggu yang mereka tentukan. Kelihatannya mereka (para calo/preman itu) sudah mengantisipasi agar calon penumpang itu tidak lari dan berpindah ke bis lain (mencari bis sendiri dan meninggalkan tiket yang telah dibeli). Setiap pergerakan calon penumpang itu yang menunjukkan gelagat akan berpindah tempat, mereka langsung menanyakan kepada mereka, ”Mau ke mana?”

Sungguh, suasana yang sangat tidak nyaman buat calon penumpang. Dan itu ternyata terus berlanjut! Tidak berakhir sampai di situ. Ketika bis ”yang dijanjikan” telah ada (bis dengan trayek yang lebih jauh, melewati kota X), mereka masih juga diminta untuk membayar lagi; dengan harga yang lebih tinggi daripada yang sudah dibayar di loket. Lagi-lagi calon penumpang tadi tidak bisa berbuat banyak dengan suasana yang tidak bersahabat seperti itu. Dengan sisa-sisa uang yang ada, mereka pun terpaksa membayar lagi.

Dan, ternyata...masih ada lagi! Begitu mereka masuk ke bis, mereka masih juga dimintai uang tempat duduknya. Betul-betul perlakuan dzalim dari (kumpulan) orang susah yang berlagak sok kuasa.


* * *


Ini adalah salah satu potret dari bagian bangsa ini. Memang, tidak semua orang mengalami hal seperti itu. Terutama bagi orang-orang yang berpunya yang bisa memilih fasilitas yang lebih nyaman. Hampir-hampir mereka tidak akan mengalami hal ini. Bahkan sangat mungkin tidak mengetahui ada fenomena semacam ini, yang menimpa kepada orang-orang yang sebenarnya tidak jauh dari ”kesusahan” dan penuh keterbatasan.

Fenomena yang mungkin sepele, yang mungkin dianggap sekadar bagian kecil dari bangsa ini, namun semestinya hal ini tetaplah penting diketahui dan disikapi dengan baik oleh pemimpin yang ada, oleh pihak yang bertanggung jawab.

Khalifah Umar bin Khatab pernah mengatakan, ”Seandainya seekor keledai ditemukan (tersesat) di Iraq, maka sayalah yang bertanggung jawab; mengapa saya tidak menunjukkan jalan pulang bagi keledai itu.”

Thursday, April 30, 2009

Rumah Kedua

Rencana pola gilirannya adalah empat atau lima hari di ruma kedua, dan tiga atau dua hari di rumah pertama. Semoga lancar...


Pembagian ini berawal dari belajarnya Zufar di lembaga pendidikan Tarbiyatul Qur’an untuk menghafal Al-Quran. Kurang lebih baru tiga bulanan ini. Adik bungsunya, Zuhair, juga ikut belajar di sana, di kelas/tingkat TK nya.


Selama hampir tiga tahun, Zufar belajar sendiri di rumah. Ya, bersama-sama dengan kami, sih. Maksudnya, dia ngga’ belajar di sekolah, atau bahasa lugasnya: dia tuh ngga’ sekolah. Sambil belajar di rumah, dia ikut beberapa aktivitas di luar, sebagiannya kursus. Kebetulan masih ada adik yg bungsu juga di rumah. Jadi, dia sekalian nemenin adiknya di rumah.


Dalam perjalanannya, nampaknya masih banyak yg sebenarnya bisa dilakukan oleh Zufar. Dan itu belum bisa dipenuhi dg pola belajarnya yg sekarang. Ditambah lagi bapak-ibunya (abi-umminya) dua-duanya bekerja. Kami, ortunya, bersama dia memang terus mencoba mencari aktivitas lain yg ”cocok” dg dia. Sampai akhirnya –setelah berbagai pilihan dibicarakan & sebagiannya telah dilakukan– jatuhlah pilihan kepada tahfizhul quran di Tarbiyatul Quran-nya Pak (dokter) Hakim. Pak Hakim ini, bersama isterinya memang sudah cukup lama berkecimpung dalam pendidikan Islam. Salah satu hasilnya yg sampai sekarang berkembang adalah Tarbiyatul Quran tersebut.


Nah, singkatnya (ga sabar nulisnya nih :D , masih da kerjaan yg lain..), kebetulan di lembaga Tarbiyatul Quran –yg bertempat di Puskib eks RSU Balikpapan– memiliki beberapa ruangan/kamar/rumah petak yg memungkinkan untuk dihuni oleh para keluarga siswa yg belajar di sana. Dengan pertimbangan agar lebih mendukung belajarnya Zufar & adiknya, maka kami (bersama anak-anak) sepakat untuk tinggal di sana selama hari-hari belajarnya. Nanti pas libur (jumat-sabtu, ato ditambah ahad) kembali ke rumah aslinya.


Di ’kompleks’ Tarqi (Tarbiyatul Quran) itu tinggal Pak Hakim & keluarga, sebagian pengurus, & (sebagian) para ustad/ahnya, & beberapa keluarga siswa/santri yg belajar di sana. Dengan lingkungan yg seperti itu, harapannya proses belajar Zufar & Zuhair (juga buat kami, termasuk Zahron) akan lebih kondusif. Termasuk tidak perlu bolak-balik ke rumah yg cukup jauh. Semoga.

Tuesday, April 7, 2009

LAGI, Hanifida Training




ayook buruan ngdaftar...
Segera..!
TEMPAT TERBATAS


* * *

Bismillaahirrahmaanirraahiim
SALIMAH BALIKPAPAN kembali mempersembahkan..

HANIFIDA TRAINING 2
(Kategori dewasa/18 th ke atas)


Dibuka 2 kelas:

1. Kelas Menghafal Cepat Al Qur'an

akan mempelajari bagaimana menghafal Asmaul Husna & Al-Quran dengan pola accelerated learning (Brain Based Learning) Langsung akan dipraktikkan tanpa banyak teori


2. Kelas Bedah Otak

Manfaat:
>> mengetahui perbedaan otak laki-laki & perempuan
>> mengenali kecerdasan pada otak

>> kiat merangsang kecerdasan otak

>> mengetahui kecerdasan berganda pada anak

>> memotivasi anak agar tumbuh cerdas

>> pola pendidikan yg merangsang kecerdasan anak

>> mengetahui cara mengatasi anak GPP (gangguan pemusatan perhatian)

>> membangun komitmen
>> "Aha.. Aku Bisa!"



waktu & tempat:


Sabtu-Ahad, 11-12 April 2009 (2 hari)

Pk. 08.00 - 16.00 wita

Ballroom Hotel Le Grandeur

Jl. Jend. Sudirman, Stal Kuda, Balikpapan



Jangan khawatir klo acara ini bakal ngebosenin karena seriusnya. Ngga'..!! Acaranya bakal rame, seru, fun,..asyik lah. Dan ilmu pun akan didapat.

Yuk, ikutan!
Ngga nyesel deh...



INVESTASI

Rp 400.000/orang

(including: Buku Paket, Seminar Kit, Snack, Lunch, & Sertifikat)



Hubungi Call Center kami :

Yiyi 0542 566 466 5 Ira 0812 541 5884

Hani 0542 726 2757 Lina 0816 4580 419


Ticket Box :

Toko Buku Istiqamah 0542 7022231

TK Auliya Balikpapan Baru (Jam Kerja) 0542 871113




Thursday, March 19, 2009

info: HANIFIDA Training


HANIFIDA TRAINING
"Ticket to Heaven"
 
SMART & FUN MENGHAFAL AL QUR'AN
(Kategori dewasa/18 th ke atas)

Sabtu-Ahad, 21-22 Maret 2009 (2 hari)

Pk.  08.00 - 16.00 wita

Ballroom Hotel Zurich,

Jl. Jend. Sudirman, Stal Kuda, Balikpapan

 

INVESTASI Rp 350.000/orang

(including: 4 buah Buku Paket, Snack, Lunch & Sertifikat)


Pendaftaran:

Diana SALIMAH 0812 543 0006

Eny SALIMAH 0542 7092266

Toko Buku Istiqamah 0542 7022231


* * *


HANIFIDA adalah suatu cara, metode, agar umat Islam lebih mudah dan smart menghafal Al Quran. Metode ini akan menuntun, memberikan rumus-rumus penting agar semua umat Islam, anak-anak hingga dewasa bahkan orang tua, ibu-ibu pengajian, dapat lebih mudah menghafal Al Quran dan sulit melupakannya kembali. Inilah inovasi terbaru metode menghafal Al Quran yang cepat, smart and fun.

HANIFIDA juga bisa diterapkan untuk menghafal ASMAUL HUSNA, pelajaran sekolah, menghafal kamus lima bahasa (Indonesia, Inggris, Arab, Mandarin, dan Jepang), Alfiyah Ibnu Malik dan Amrithy (pelajaran nahwu shorof) yang menjadi pelajaran wajib di hampir semua Pondok Pesantren di Indonesia. Dengan metode Hanifida ini, Insya Allah umat Islam, para pelajar, santri pondok pesantren, ibu-ibu kelompok pengajian, dapat lebih mudah menghafal dan sulit melupakannya. HANIFIDA, Smart and Fun Menghafal Al Quran.

 


HANIFIDA telah mendapatkan rekomendasi dari Departemen Agama Repubik Indonesia No Dj.II.3/BA.00/873/2008.

*        Menghafal lebih mudah,  cepat dan tidak mudah lupa.

*        Mampu menghafal ayat-ayat Al Quran bersama nomor urut dan terjemahannya.

*        Mampu menghafal dari depan (maju) maupun dari belakang (mundur).

*        Teknik ini menggunakan system yang dilengkapi dengan buku bergambar, system cerita dan kata kunci.

*        Telah diuji coba di Laboratorium Akselerasi Learning cara belajar cepat abad 21 La Raiba Jombang Jatim selama dua tahun.

*        Telah mendapatkan Sertifikasi Hak Cipta dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.



berita/testimoni:

 
 

Tuesday, January 13, 2009

Mengapa Kita Tidak Perlu Mendukung Palestina [dan Bantahnnaya]

tulisannya mas Akmal, nih

Bagus buat pengetahuan dan pemahaman kita tentang konflik Palestina


* * *


Mengapa Kita Tidak Perlu Mendukung Palestina (dan Bantahannya)



assalaamu’alaikum wr. wb.

Konflik di Jalur Gaza belakangan ini memunculkan wacana yang sangat menarik. Barangkali baru sekaranglah orang-orang bisa mengungkapkan pendapatnya secara lugas, bahkan dengan resiko dikucilkan dari pergaulan sesama Muslim. Di Indonesia, sebagian umat Muslim pun tidak canggung untuk menyatakan ketidaksetujuannya terhadap usaha-usaha mendukung Palestina. Artikel ini insya Allah akan membantahnya dengan cara sebaik mungkin.


Hak Historis Bangsa Yahudi


Ini adalah argumen ‘standar’ untuk membenarkan pendirian negara Israel. Bangsa Yahudi senantiasa mengklaim bahwa mereka berhak atas tanah Palestina. Konon, mereka sudah tinggal di negeri itu sejak jamannya Nabi Ya’qub as.

Argumen ini sebenarnya sangat lemah, karena pada jaman Nabi Ya’qub as., agama Yahudi belum lagi ada. Bani Israil adalah nama yang diberikan kepada keturunan beliau, namun nama itu baru dikenal setelah masa kehidupannya. Tambahan lagi, Nabi Ya’qub as. dan keluarganya bermigrasi ke Mesir secara sukarela saat Nabi Yusuf as. menjadi bendahara negara pada masa itu. Karena mereka pindah secara sukarela, maka tanah asalnya tentu tak bisa diklaim lagi. Lagipula, kalau yang diklaim adalah peninggalan Nabi Ya’qub as., maka umat Islam akan merasa lebih berhak, karena di dalam ajaran Islam, pertalian aqidah lebih kental daripada hubungan darah.

Klaim ‘kepemilikan’ bangsa Yahudi juga tidak jelas. Andaikan bangsa Yahudi memang pernah tinggal di sana, maka mereka bukanlah satu-satunya penghuni negeri itu. Bangsa Romawi dan bangsa asli Palestina pun sudah tinggal di sana sejak lama. Jika tidak ada hitam di atas putih, maka bangsa Yahudi tak boleh mengklaim tanah (apalagi seluas satu negara) sebagai miliknya sendiri. Tambahan lagi, jika bangsa Yahudi mengklaim tanah Palestina atas dasar sejarah, maka benua Australia dan Amerika pun mesti dikembalikan ke pemilik sahnya, yaitu bangsa Aborigin dan Indian.


Tanah yang Dijanjikan


Kaum Zionis mengklaim bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan kepada mereka, dan klaim ini juga sering didukung oleh umat Nasrani. Namun memaksakan klaim ini adalah sebuah tindakan pemaksaan agama, karena yang setuju hanyalah umat Yahudi dan Nasrani. Kalau boleh menguasai suatu wilayah hanya dengan modal ‘janji Tuhan’, maka umat Islam bisa mengklaim seluruh Bumi, karena Allah SWT telah mengangkat mereka sebagai khalifah fi al-‘ardh. Tentu saja, kalau umat Islam mengklaim sebuah kota saja dengan alasan demikian, maka pasti akan muncul label fundamentalis, radikalis, teroris, atau literalis.


Bangsa Tanpa Negeri


Ada juga yang bersikap lebih ‘humanitarian’ dengan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi pada Perang Dunia II terpaksa lari ke tanah Palestina karena didesak oleh NAZI di Eropa. Namun kini beredar teori konspirasi antara NAZI dan kaum Yahudi Zionis. Konon, kaum Yahudi yang pro-Zionisme (yang ketika itu masih minoritas) bekerjasama dengan NAZI untuk membantai saudaranya sendiri, agar mereka mau diyakinkan untuk pindah ke ‘tanah yang dijanjikan’. Namun dengan mengabaikan teori konspirasi ini, argumennya masih saja lemah.

Orang yang lari karena negerinya dilanda konflik adalah pengungsi. Atas nama kemanusiaan, umat Islam pasti akan menerima warga pengungsi dengan tangan terbuka. Sebuah Masjid di Perancis dikenal telah memberikan perlindungan kepada warga Yahudi pada Perang Dunia II, dan masih banyak contoh lainnya. Jika statusnya adalah pengungsi, insya Allah Palestina akan menerima dengan tangan terbuka (walau perlu dipertanyakan : apa iya tidak ada negara lain yang lebih dekat untuk tempat berlabuhnya para pengungsi?). Tapi layaknya pengungsi yang baik, setelah negerinya damai kembali, hendaknyalah kembali ke rumah masing-masing. Dalam kasus Palestina, ‘para pengungsi’ malah semakin kurang ajar, menembaki warga tuan rumah, dan berusaha mendirikan negara di dalam negara. Karena itu, kita tidak perlu lagi memandang kaum Zionis dengan pandangan penuh iba sebagai pengungsi yang tak punya tanah air. Eropa dan AS membuka pintu lebar-lebar kepada mereka, mengapa harus di Palestina?


Perang Antar Negara, Bukan Agama


Kalau dikatakan perang antar agama (yaitu antara Islam dan Yahudi), nampaknya memang tidak. Rasulullah saw. sendiri tak pernah mengobarkan perang dengan umat Yahudi secara keseluruhan. Umat Yahudi pun terbelah dua dalam menyikapi Zionisme Internasional ; ada yang pro dan ada yang kontra.

Namun sebutan ‘perang antar negara’ pun sangat ceroboh, karena statement ini mesti didahului dengan pengakuan terhadap Israel sebagai sebuah negara yang sah. Padahal, kasus yang terjadi adalah penjajahan Palestina oleh Inggris, kemudian Inggris secara sepihak memberikan sebidang tanah kepada kaum Zionis. Kaum Zionis kemudian menerima bantuan dari berbagai negara, termasuk senjata, kemudian mulai mengobarkan peperangan dengan Palestina. Inilah fakta yang dengan susah payah berusaha dikaburkan oleh sebagian pihak.

Bagaimanapun, jika dikatakan bahwa ini adalah perangnya warga Palestina, dan bukan perangnya umat Islam, maka orang yang berkata demikian telah cacat aqidah-nya. Islam tidak mengenal garis perbatasan negara. Selama masih Muslim, maka ia adalah saudara kita ; senasib dan sepenanggungan. Membela umat Muslim yang ditindas adalah kewajiban kita semua, karena Rasulullah saw. menjelaskan bahwa kita adalah bagaikan satu tubuh. Tidak ada pengecualian. Mereka yang tidak ‘gerah’ menyaksikan penderitaan umat Islam di Palestina sebaiknya mulai mengkhawatirkan kondisi keimanannya sendiri, kalau-kalau dalam waktu dekat akan dipanggil Allah SWT.


HAMAS yang Memulai


Sebagian orang berkata bahwa HAMAS-lah yang merusak gencatan senjata dengan menyerang duluan. Cukup mengherankan melihat betapa banyak orang menggarisbawahi ‘pelanggaran gencatan senjata’ kali ini (andaikan memang itu yang terjadi), sementara mereka dulu diam sejuta bahasa ketika kaum Zionis berulang kali melanggar perjanjian. Namun dalam menanggapi masalah apa pun, hendaknya diingat bahwa dalam kasus Palestina yang terjadi adalah pencaplokan wilayah. Tentunya kaum pejuang bebas menyerang penjajah kapan pun mereka bisa. Bangsa Indonesia harusnya tahu betul tentang itu.


Yang Dekat Duluan


Ada juga yang dengan tidak tahu malunya berkata, “Ngapain urus Palestina, mending urus saudara di Indonesia dulu?” Secara prinsip memang benar, yang dekat lebih prioritas untuk diurus. Namun menentukan prioritas bukan hanya dengan mempertimbangkan faktor jarak. Dalam buku Fikih Prioritas, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi telah memaparkan panjang lebar mengenai hal-hal yang mesti dipertimbangkan sebelum menentukan skala prioritas. Misalnya, jika ada tetangga yang miskin, tentu ia lebih berhak untuk kita sedekahi. Akan tetapi jika ada warga di kota lain yang terancam nyawanya, sementara tetangga kita bisa menunggu sebentar, maka tentu yang lebih gawat urusannyalah yang harus didahulukan.

Kontradiksinya akan kelihatan jelas di lapangan. Mereka yang menggunakan pernyataan di atas biasanya hanya menghindar dari kewajiban. Mereka bilang lebih baik mengurus yang dekat, padahal yang dekat pun tak pernah mereka urusi. Dalam acara debat di sebuah stasiun televisi, sangat menggelikan melihat sebuah parpol menyuruh parpol lain agar jangan fokus ke Palestina, dan lebih baik mengurusi warga Indonesia dahulu. Padahal parpol yang dikritiknya itu adalah parpol yang paling rajin menggelar aksi sosial, baik untuk urusan umat di dalam negeri maupun umat di luar negeri. Parpol yang mengkritik justru jarang kelihatan aksinya ; di dalam dan di luar negeri. Demikian pula jika ada orang yang menggunakan argumen serupa, sebaiknya dikembalikan pada mereka : “Apa yang sudah antum perbuat untuk saudara-saudara antum di dalam negeri?”. Faktanya, dalam hal aksi sosial, yang terjadi adalah 4L (lu lagi, lu lagi). Yang mengurusi musibah di Aceh, Sidoarjo, dan Palestina, biasanya yang itu-itu juga orangnya. Dan yang bermalas-malasan dan mengajukan seribu pembenaran untuk tidak berbuat apa-apa biasanya juga yang itu-itu saja.


Eksploitasi Isu Untuk Kampanye


Sebenarnya ketimbang mempertanyakan mengapa demo mendukung Palestina yang diadakan oleh PKS 2 Januari yang lalu itu banyak menggunakan atribut PKS, lebih baik mempertanyakan kemana perginya parpol-parpol lain yang kocek-nya jauh lebih tebal? Parpol-parpol yang sanggup pasang iklan di televisi dengan durasi dan pengulangan yang sangat banyak di prime-time seharusnya merasa malu dengan kecilnya sumbangan mereka dalam masalah Palestina.

Melarang atribut parpol untuk digunakan dalam kampanye mendukung Palestina pun cenderung tidak masuk akal. Atribut adalah identitas, dan fungsinya untuk membedakan. Memang perlu menunjukkan siapa yang berdemonstrasi, karena berjamaah selalu memiliki kekuatan politis yang lebih kuat daripada bergerak sendiri-sendiri. Dengan menggunakan atributnya, para kader PKS seolah mengatakan, “Hei, di Indonesia ada sebuah partai besar yang tidak rela dengan kelakuan Zionis! Jangan main-main!”. Statement itu bertambah kuat dengan munculnya kesan solid yang ditampilkan oleh para pendemo. Jika seluruh parpol, lembaga dakwah, harakah, dan ormas lainnya mau berdemo dengan atributnya masing-masing, maka alangkah dahsyat kesan yang ditimbulkannya di media massa. Lain dengan demonstrasi yang dihadiri oleh para demonstran bayaran, yang entah datang dari mana, entah dari organisasi apa, entah pakai atribut apa, dan entah bagaimana akhlaq-nya.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Thursday, January 1, 2009

Hari Gini Menghafal Al-Quran?

Tidak ada yg mengingkari kebenaran Al-Quran dan isinya.
Tidak ada pula yg mengingkari keutamaannya, termasuk keutamaan dekat dengannya.

Banyak yg pengin bisa menghafalnya.
Tapi banyak pula alasan yg akhirnya "menghalangi" untuk tidak merealisasikan keinginan menghafalnya itu.
Keinginan tinggallah keinginan. Telah tertulis panjang daftar alasan untuk tidak mewujudkan keinginan itu.

Pengalaman di bawah ini bisa menjadi pelajaran dan inspirasi buat kita..

* * *


ADAKAH SOSOK PENGHAFAL SAAT INI YANG SUPER SIBUK??


Pertanyaan

Assalamu 'alaikum wr.wb

Mudah2an ALLAH MEMUDAHKAN URUSAN ANTUM. Ada satu hal yang ingin saya tanyakan. Banyak sekali buku tentang tips bagaimana menghafal al quran dan sejenisnya. Namun diantara yang sudah tersebar, saya belum menemukan sosok penghafal yang baru sadar untuk mulai menghafal al quran ketika usia sudah tidak lagi muda, bukan hanya usia namun aktivitas yang begitu padat ditambah lagi urusan keluarga yang menyita waktu dan tenaga. Yang ada hanya sosok-sosok hafidz yang berhasil menghafal ketika di pesantren dan lembaga sejenisnya, ketika usia masih fresh-freshnya dan tentu saja belum berkeluarga. Bagi kami, wajar jika mereka bisa menghafal alquran, namun bagi kami sangat sulit menduplikasikan kesukesan mereka karena kondisi yang jauh berbeda. Bukankah untuk meraih kesuksesan akan sebuah cita2, kita harus mengikuti langkah orang2 yang sudah sukses lebih awal. Untuk itu kami mohon kepada ustadz, untuk menceritakan atau membagi informasi kepada kami mengenai orang2 yang sibuk,sudah berkeluarga tapi diberikan kesempatan menghafal Alquran. Terima kasih

Wassalam

Anto


Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Subhanallah, saya doakan semoga Allah SWT memudahkan segala urusan bapak, terutama tekad bapak yang mulai tumbuh dalam menggapai cita-cita seperti para 'senoir' Bapak yang telah hafal Al-Qur'an.
Saya ingin mengajak Bapak untuk bersama-sama merenungi Firman Allah SWT dalam surat Al-Qamar, surat ke-54 ayat 17, 22, 32 dan 40.

"Sungguh telah kami mudahkan Al-Qur'an itu untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil pelajaran?".

Di sini secara jelas Allah SWT menjamin bahwa belajar dan menghafal Al-Qur'an adalah pekerjaan yang sangat mudah. Ayat ini berulangan sampai empat kali, ini adalah sebagai penegasan dari Allah SWT bahwa Al-Qur'an mudah dipelajari, difahami, dihafal bahkan Al-Qur'an mudah diamalkan.
Memang selama ini banyak saudara-saudara kita yang berhasil mengahafal Al-Qur'an sampai 30 juz, kebanyakan dari mereka melakukan aktifitas menghafalnya di pesantren Tahfizh Al-Qur'an, umur masih muda, tidak disibuki dengan urusan keluarga. Singkat kata, mereka berkonsentrasi penuh di sebuah tempat khusus menghafal Al-Qur'an.
Memang sekarang ini anggapan kita bahwa menghafal Al-Qur'an hanya bisa di lakukan di pesantren Tahfizh Al-Qur'an dan lembaga sejenisnya, yah ini tidak bisa dipungkiri. Tapi Alhamdulillah kemudahan menghafal Al-Qur'an ternya Allah SWT berikan kepada banyak saudara-saudara kita yang selama ini barangkali tidak banyak kita ketahui. Alhamdulillah walupun memiliki kesibukan yang tidak sedikit namun banyak saudara-saudara kita mampu untuk menghafal Al-Qur'an bahkan diantara mereka telah selesai 30 juz.


Super sibuk bisa menghafal Al-Quran

Saya ingin bercerita sedikit tentang sebagian orang yang selama ini saya ketahui disibuki oleh keluarga, pekerjaan dan aktifitas lainnya bahkan umur juga sudah tidak lagi muda, namun mereka bisa melakukan apa yang dilakukan oleh para pengahafal Al-Quran di pesantren. Insya Allah, kisah orang-orang mulia berikut ini akan dapat memberikan inspirasi dan semangat baru bagi kita yang selama ini menghadapi kesulitan dalam melestarikan kitabullah, terutama dalam bentuk hafalan :

Pertama :
Sebut saja Fatimah (bukan nama sebenarnya), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di wilayah Condet Bale Kambang Jakarta Timur ini, yang sejak lama sadar akan mulianya menghafal Al-Qur'an ini, mulai menjalankan aktifitas belajar tahsin tilawah (memperbaiki bacaan Al-Qur'an) di sebuah lembaga Al-Quran (pulang pergi, tidak mondok dan kegiatan belajar dan mengajarnya tidak setiap hari). Saat ini umur sang ibu tidak lebih dari 56 tahun. sejak 5 tahunan lalu beliau mulai mempelajari tahsin tilawah dengan bimbingan seorang guru tahfizh Al-Qur'an, setelah mendapatkan lampu hijau dari sang pembimbing, mulailah dia menghafal Al-Qur'an. Sebagai seorang ibu rumah tangga tentunya ibu Fatimah ini banyak disibuki oleh pekerjaan rumah secara rutin setiap hari. Namun atas izin Allah SWT,setelah lima tahun beliau berjuang untuk menghafalkan Al-Qur'an, akhirnya berhasil menghatamkan hafalan Al-Qur'an seluruhnya, 30 juz.. Tentu ini semua tidak mudah dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki tekad yang kuat dalam mencapai cita-citanya untuk menghafal Al-Quran. Apalagi dengan memiliki 1001 alasan yang telah dikantonginya untuk tidak bisa menyisihkan dan mengkhususkan waktu untuk belajar dan mengafal Al-Qur'an.


Kedua :
Bu Maryam Ramayani, ibu rumah tangga asal Sumatra Barat kini telah tiga tahun lalu telah menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 juz.. Beliau mulai menghafal Al-Quran pada umur 33 tahun. Alhamdulillah, dengan bimbingan seorang Ustadz yang hafal Al-Quran 30 juz, ibu dari dua orang anak ini mampu mengikuti jejak para penghafal Al-Quran. Di samping sebagai seorang ibu rumah tangga yang harus mengurusi suami dan kedua anaknya, senin sampai jumat beliau juga terlibat aktif dalam perkuliahan di sebuah Sekolah Tinggi Islam di bilangan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Selain aktif dalam kegiatan dakwah, sang ibu saat menghafal Al-Quran juga aktif mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak di Komplek DPR RI Kali Bata Jakarta Selatan. Karena dengan mengajarkan Al-Quran sambil menghafal akan terasa lebih mudah dan banyak keberkahan, sehingga atas pertolongan Allah SWT dalam waktu yang cukup singkat sekitar 3,5 tahun untuk ukuran orang sibuk, alhamdulillah Ibu Maryam mampu menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 juz.. Salah satu upaya yang telah dijalankan dalam menghafal Al-Quran di sela-sela kesibukannya, beliau menghafalkan dengan bantuan Mushaf Al-Quran terjemahan; karena dengan bantuan terjemahan ini akan memberikan pemahaman akan ayat atau surat yang akan dihafal dan juga lebih mudah untuk selalu diingat.


Ketiga :
Pak DDD 43 tahun, Kebetulan dia tetangga saya di jatimakmur Pondok Gede Bekasi. Sejak tahun 90an beliau mulai menghafal Al-Qur'an surat-surat pendek kemudian dilanjutkan dengan surat-surat yang agak panjang. Bapak dari 9 anak bekerja sabagai peneliti di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) kini telah menghafal Al-Qur'an tidak kurang dari 9 juz. Beliau memiliki konsistensi yang baik, komitmen dengan waktu dalam menghafal Al-Qur'an walaupun dengan kesibukannya yang tidak sedikit. Sebagai seorang aktifis dakwah beliau tidak lupa membekali dirinya dengan bekal ilmu agama, diantara dengan menghafal Al-Qur'an. Tidak lepas dari diri beliau sebuah mushaf mini yang selalu ada di saku bajunya, sehingga bila ada waktu luang maka tidak dilewatkan begitu saja melainkan diisinya dengan kegiatan menghafal Al-Qur'an.
Bila dalam perjalanan, seringkali beliau menggunakan walkman untuk selalu mendegarkan murottal Al-Qur'an. Karena dengan banyak mendengarkan murottal Al-Quran, pasti proses menghafal akan terasa lebih mudah. Memang untuk menghafalkan Al-Qur'an ini beliau agak 'memaksakan' dirinya, karena kalau tidak mana bisa orang sesibuk beliau yang sedang menyelesaikan program S3nya di Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki hafalan yang tidak sedikit ini mampu sekian banyak juz dalam Al-Quran. Terlebih beliau harus selalu mendidik anak-anaknya yang yang jumlahnya hampir selusin. Anak pertama beliau yang kini telah bergelar sarjana S1 di IPB sejak lama telah menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 juz. Anak ke-2, 3, 4 dan ke-5 sudah hafal mulai dari 3 juz sampai 20 juz lebih. Jadi sepertinya bapak yang rambutnya sudah mulai memutih ini ingin sekali anak-anaknya menjadi para penghafal Al-Quran, sehingga tercipta sebuah rumah yang berpenghuni para penghafal Al-Quran, oh alangkah indahnya.


Tidak bisa menghafal tapi mampu membantu menghafal

Alhamdulillah, sejak 3 tahun silam saya dan kawan-kawan mendapatkan amanah mulia dan juga beban yang begitu besar dalam pengelolaan sebuah lembaga yang mengurusi anak-anak dan pelajar untuk menghafal Al-Quran 30 juz. Saat ini ada sekitar tujuh puluhan santri sedang aktif dalam kegiatan menghafal Al-Quran di lembaga ini yang kami beri nama Lembaga Pendidikan Tahfizhul Quran (LPTQ) AL-UMM yang berada di bawah naungan Yayasan Istiqomah bina Umat, yang berkantor pusat di Jatimakmur Pondok Gede Bekasi.

Santri kami yang berjumlah 70an ini tersebar di beberapa wilayah di Jakarta Utara dan Bekasi. Kami menggunakan istilah Cluster untuk setiap wilayah yang terdapat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) santri. Alhamdulillah sampai saat ini 8 orang ustadz yang terlibat dalam KBM semuanya hafal Al-Quran 30 juz. KBM di LPTQ AL-UMM hanya tiga hari dalam satu pekan, atau 10 jam. Santri tetap tinggal bersama keluarga di rumah dan tidak mondok.

Alhamdulillah ada salah seorang santri kami yang baru bergabung 1 tahun sudah mampu menghafal 10 juz, dan santri lainnyatelah hafal antara 3 sampai 8 juz. Pendidikan di LPTQ AL-UMM gratis 100 % dan berbeasiswa 100 ribu setiap bulannya untuk mereka yang mencapai target 1/2 juz per-bulan. Dari mana sumber dananya?, di sini Allah SWT menggerakan tangan manusia-manusia mulia untuk menyisihkan sebagian rizki mereka untuk sebuah cita-cita mulia ini. Lebih lengkapnya silahkan berkunjung ke www.al-umm.net

Juga sejak Februari 2008 lalu saya dan kawan-kawan para penghafal Al-Quran telah mendirikan sebuah Lembaga untuk mendukung pembinaan para guru Al-Quran, yang salah satu programnya adalah mengajarkan masyarakat baca tulis Al-Quran, menghafal bahkan sampai pada tingkat mampu mengajarkankan tafsir Al-Quran sehingga ke depan mampu pula untuk mengamalkannya.

Alhadulillah kini telah bergabung bersama Lembaga kami yang baru ini, yang kami beri nama MUNTADA AHLIL QURAN (THE QURANIC QOMMUNITY FORUM) sekitar 30 Ustadz dan ustadzah penghafal Al-Quran, 15 di antara mereka hafal 30 juz, dan 5 orang telah memiliki sanad sampai ke Rasulullah SAW.

Ada banyak kawan-kawan saya yang ingin sekali menghafal Al-Quran namun karena banyak kesibukan dan lain sebagainya, akhirnya di antara mereka ada yang mengatakan walau saya tidak mampu menghafalkan Al-Quran, tetapi saya bisa membantu ustadz dalam hal pendanaan, alhamdulillah sampai saat ini berjalan lancar. kawan yang lain yang juga tidak mampu terlibat dalam menghafalkan Al-Quran, tetapi dengan ikhlasnya mereka dapat membantu kami dalam pengadaan komputer, pembuatan web site dan lain sebagainya. Mudah-mudahan awal bula November 2008 nanti web site MUNTADA AHLIL QURAN (THE QURANIC QOMMUNITY FORUM) : www.muntadaquran.net, sudah bisa diakses.

Oleh karenanya kami mengajak saudara-saudara semua, khususnya para pengunjung www.warnaislam.com, dan kaum muslimin para pencinta Al-Quran pada umumnya untuk berinvestasi amal shalih melalui LPTQ AL-UMM maupun MUNTADA AHLIL QURAN (THE QURANIC QOMMUNITY FORUM) . Walaupun kita tidak mampu menghafalkan Al-Quran, tetapi kita mampu menbantu mewujudkan cita-cita mulia ini, semoga Allah SWT memberikan kemudahan kepada kita semua dan menerima semua amal ibadah kita dan menjadikannya sebagai pemberat amal shalih kita di akhirat kelak dan akhirnya kita dimasukkan ke dalam surga-Nya. Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin

Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

* * *
tulisan di atas bersumber dari sini

Tuesday, December 30, 2008

NOTHING IMPOSSIBLE

dari Bang Jay d'terrorist nich.. bisa menginspirasi buat kita semua..

* * *

Ia memiliki pasokan makanan yang cukup untuk lima hari, sebuah Alkitab dan The Pilgrim’s Progress (dua hartanya), sebuah kapak kecil untuk melindungi diri dan selembar selimut lusuh. Dengan barang-barang ini, Legson Kayira bersemangat memulai perjalanan hidupnya. Ia akan berjalan dari desanya di Nyasaland, ke utara menyeberangi padang gurun Afrika Timur ke Cairo, di mana ia akan menumpang sebuah kapal ke Amerika untuk mendapatkan sebuah pendidikan di perguruan tinggi. Ia sama sekali tidak tahu, di mana Amerika!

Ketika itu adalah bulan Oktober 1958. Legson berusia enam belas atau tujuh belas tahun. Orang tuanya tidak berpendidikan dan tidak tahu persis di mana atau seberapa jauhkah Amerika dari tempat mereka tinggal. Dengan enggan mereka memberikan restunya atas perjalanan Legson.

Bagi legson, itu merupakan suatu perjalanan yang berasal dari suatu impian, tidak peduli betapa menyesatkan, yang menguatkan tekadnya untuk mendapatkan suatu pendidikan. Ia ingin seperti pahlawannya, Abraham Lincoln, yang telah bangkit dari kemiskinan untuk berjuang tanpa kenal lelah untuk membantu membebaskan para budak lalu menjadi presiden Amerika. Ia ingin seperti Booker T Washington, yang telah melepaskan diri dari belenggu perbudakan untuk menjadi seorang tokoh reformasi dan pendidikan hebat di Amerika, memberikan harapan dan martabat kepada dirinya sendiri dan kepada rasnya.

Seperti model-model peran yang hebat ini, Legson ingin melayani umat manusia, untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda di dunia. Untuk meralisasikan sasarannya, ia memerlukan suatu pendidikan kelas satu. Ia tahu bahwa tempat terbaik untuk mendapatkannya adalah Amerika.

Lupa bahwa Legson tidak mempunyai uang atas namanya sendiri atau suatu cara untuk membayar ongkos perjalanannya.

Lupa bahwa ia tidak tahu perguruan tinggi apa yang akan ia masuki atau apakah ia akan diterima.

Lupa bahwa Cairo berjarak 3.000 mil dari Amerika dan di antaranya ada ratusan suku yang berbicara lebih dari lima puluh bahasa yang berbeda, yang tidak satupun penduduknya dikenal Legson.

Lupakan semua itu. Legson melupakannya. Ia harus melupakannya. Ia mengesampingkan segala sesuatu dari benaknya kecuali impian untuk sampai ke negeri di mana ia bisa membentuk nasibnya sendiri. Amerika adalah negeri impiannya. Dengan kemampuannya, ia mulai melakukan sesuatu.

Ia tidak selalu memiliki tekad yang kuat. Sebagai seorang pemuda, ia kadang-kadang menggunakan kemiskinannya sebagai suatu alasan untuk tidak berbuat yang terbaik di sekolah atau untuk tidak menyelesaikan sesuatu. Saya hanyalah seorang anak miskin, katanya kepada dirinya sendiri. Apa yang bisa saya lakukan ?

Seperti banyak teman-temannya di desa, mudah bagi Legson untuk meyakini bahwa belajar merupakan suatu pemborosan waktu bagi anak miskin dari kota Karongo di Nyasaland. Lalu dalam buku-buku yang diberikan oleh para misionaris, ia menemukan Abraham lincoln dan Booker T Washington. Kisah-kisah mereka memberikan inspirasi kepadanya untuk memimpikan hal-hal yang lebih besar untuk hidupnya, dan ia menyadari bahwa pendidikan merupakan langkah pertamanya. Jadi ia menciptakan gagasan untuk perjalanannya ke Cairo.

Setelah lima hari penuh menyusuri wilayah Afrika yang sulit, Legson hanya bergerak sejauh 25 mil. Ia sudah kehabisan makanan. Airnya habis, dan ia tidak mempunyai uang. Menyelesaikan perjalanan yang masih 2.975 mil lagi tampak merupakan hal yang mustahil. Namun jika ia kembali berarti ia menyerah, menyerahkan dirinya kepada suatu kehidupan yang penuh kemiskinan. Seumur hidup.

Saya tidak akan berhenti sampai menginjak Amerika, janjinya kepada dirinya sendiri. Atau saya mati dalam usaha saya. Ia terus melangkah maju.

Kadang-kadang ia berjalan bersama-sama orang asing. Kebanyakan ia berjalan sendirian. Ia memasuki setiap desa baru dengan hati-hati, tidak mengetahui apakah penduduk setempat bersifat bermusuhan atau ramah. Kadang-kadang ia menemukan pekerjaan dan tempat berlindung. Seringkali ia harus tidur beratapkan langit. Ia mencari buah-buahan liar dan berry tanaman-tanaman lain yang bisa dimakan. Ia menjadi kurus dan lemah.

Suatu hari ia terserang demam dan ia merasa kondisinya sangat lemah. Orang-orang asing yang baik hati mengobatinya dengan obat-obatan herbal dan menawarinya tempat untuk beristirahat dan memulihkan kesehatannya. Merasa khawatir dan lemah semangat, Legson mempertimbangkan untuk pulang. Mungkin lebih baik jika ia pulang, demikian pertimbangannya daripada melanjutkan perjalanan yang tampak konyol ini dan mempertaruhkan kehidupannya.

Namun kemudian Legson kembali membuka kedua bukunya, membaca kata-kata yang telah sangat dikenalnya, yang memperbarui semangatnya. Ia meneruskan perjalanannya. Pada tanggal 19 Januari 1960, lima belas bulan setelah ia memulai perjalanannya yang penuh bahaya, ia telah menyeberangi hampir seribu mil ke Kampala, ibukota Uganda. Sekarang badannya bertumbuh semakin kuat dan lebih bijaksana dalam cara-caranya mempertahankan hidup. Ia tinggal di Kampala selama enam bulan, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang aneh dan menghabiskan setiap waktu luangnya di perpustakaan untuk membaca dengan penuh gairah.

Di perpustakaan itu ia menemukan sebuah direktori bergambar yang memuat daftar perguruan-perguruan tinggi Amerika. Secara khusus sebuah gambar menarik perhatiannya. Gambar itu mengilustrasikan sebuah institusi yang megah namun tampak ramah, berdiri di bawah langit biru, dihiasi air mancur dan halaman rumput, dan dikelilingi oleh pegunungan yang megah, yang mengingatkan dia tentang puncak-puncak gunung yang luar biasa di kampung halamannya di Nyasaland.

Skagit Valley College di Mount Vernon, Washington, menjadi gambaran kongkret pertama dalam pencarian Legson yang tampak mustahil. Ia segera menulis ke Dekan sekolah tersebut menjelaskan situasinya dan meminta beasiswa. Takut ia mungkin tidak diterima di Skagit, Legson memutuskan untuk menulis ke sebanyak mungkin perguruan tinggi sesuai dengan dana yang dimilikinya.

Ternyata itu sebenarnya tidak perlu dilakukannya. Dekan di Skagit begitu terkesan dengan tekad Legson sehingga ia tidak hanya menerima Legson, namun juga menawarkan suatu beasiswa dan pekerjaan sehingga ia bisa membayar biaya untuk tempat tinggal.

Satu lagi impian Legson menjadi kenyataan, namun masih banyak rintangan yang menghalangi jalannya. Legson memerlukan sebuah paspor dan visa, namun untuk mendapatkan paspor, ia harus menginformasikan tanggal lahir resminya kepada pemerintah. Lebih buruk lagi, untuk mendapatkan visa ia memerlukan tiket pulang pergi ke Amerika Serikat. Sekali lagi ia mengambil pulpen dan kertas, dan menulis surat kepada para misionaris yang telah mengajarnya sejak kanak-kanak. Mereka membantu pengurusan paspor melalui saluran-saluran kepemerintahan. Akan tetapi Legson tetap belum mempunyai biaya untuk membeli tiket yang dibutuhkan untuk memohon visa.

Tidak berkecil hati, Legson melanjutkan perjalanannya ke Cairo dengan meyakini bahwa entah bagaimana ia akan mendapatkan uang yang diperlukan. Ia begitu percaya diri sehingga ia menggunakan tabungan terakhirnya untuk membeli sepasang sepatu sehingga ia tidak harus berjalan melalui pintu Skagit Valley College dengan bertelanjang kaki.

Bulan demi bulan berlalu, dan berita tentang perjalanannya yang penuh keberanian mulai tersebar. Ada waktu ia sampai di Khartoum, kehabisan uang dan merasa lelah, legenda Legson Kayira telah menyebar melalui lautan antara benua Afrika dan Mount Vernon, Washington. Para mahasiswa di Skagit Valley College, dengan bantuan dari masyarakat lokal, mengirimkan $ 650 untuk menutup ongkos tiket Legson ke Amerika.

Ketika ia mengetahui kemurahan hati mereka, Legson jatuh berlutut dalam kelelahan, sukacita dan rasa syukur. Pada bulan Desember 1960, lebih dari dua tahun setelah perjalanannya dimulai, Legson tiba di Skagit Valley College. Membawa dua bukunya yang berharga, ia dengan bangga melewati pintu masuk yang menjulang tinggi di institusi tersebut.

Namun Legson tidak berhenti ketika ia lulus. Meneruskan perjalanan akademisnya, ia menjadi profesor ilmu politik di Cambridge University di Inggris, dan menjadi penulis yang dihormati di mana-mana.

Seperti para pahlawannya, Abraham Lincoln dan Booker T Washington, Legson Kayira bangkit dari kondisi awalnya yang sangat sederhana dan menciptakan nasibnya sendiri. Ia melakukan suatu yang berbeda di dunia ini dan menjadi sebuah mercusuar yang sinarnya tetap bercahaya sebagai panduan bagi orang lain yang mengikutinya.

Legson Kayira kembali menjadi saksi hidup, bahwa Tuhan hanya bisa mengangguk atas keinginan besar dari seseorang yang berani membayar mahal harga kesuksesannya. Nothing Impossible.

(Unstoppable, Cynthia Kersey)

*

diambil dari sini