Monday, December 31, 2007

Terima kasih, Terios KT 805

Penghujung 2007…

Kembali ngeblog setelah sekian lama ngediemin ini blog. Paling ditengak-tengok aja, klo2 ada yg tersesat ke tempat ini :p

Untuk menutup tahun 2007 ini, aku buka blogku ini kembali. Insya Allah untuk dilanjutkan lagi seterusnya. Tapi maap, pembukaan blog ini kembali diawali dengan sedikit kabar duka.

Siang itu, selasa dua hari jelang iedul adha, aku mo kembali ke kantor. Berangkat bersama dua di antara tiga anakku, Zufar & Zahron. Biasa,, naek Honda GL Max. Mendung masih menghiasi siang hari itu. Bahkan masih ada sisa2 gerimis dari hujan sebelumnya.

Berangkat dari rumah di sepinggan, sampailah di depan dome. Ada sebuah mobil Terios di depan. Kayaknya bagus disalip/didahului aja nih. Dia ga terlalu cepet ga terlalu lambat jugak, sementara aku –walo ga cepet (baca: ngebut) seperti biasanya– buru2 karena perlu segera nyampe ke kantor. (Akhir tahun) Banyak kerjaan yg perlu segera diselesaikan. Masih ada celah sedikit di sebelah kiri Terios itu. Wlo aku sempat ragu mengambil ‘kesempi(a?)tan’ itu [cukup ga, ya??], namun karena aku cukup biasa ngedahuluin kendaraan dg tetep perhitungan, akhirnya aku tetep ambil sisa jalan sebelah kiri Terios itu.

Daannnn….breeemmm….gubraaxx….seerrrrrrrrrtttttttttttttttt…..

Lho lho…qo…. Ini motor jatuh,, tapi qo tetep jalan jugak..!!??

Itu yg pertama bekelebat di pikiranku, dalam kesadaranku ketika GL max jatuh terkapar [rupanya jalanan becek yg kulalui tadi munkin licin…ato agak berlubang, & itu membuat selip roda depan motor yg akhirnya naik dikit ke trotoar]. Pikiran itu disusul cepat oleh pikiran2 selanjutnya,,…oh ...mobil di belakang tadi..??...anak2ku..??... oh, ya Allah,,..astaghfirullah,…si Zahron masih tertindih motor bersama aku. Sekilas ku liat kepalanya ada yg berdarah,…bahkan keliatan memutih kulitnya di bagian luka itu. Alhamdulillah Terios itu berhenti, dan alhamdulillah gerak menyeret motorku [motor kantorku, maksudku] waktu jatuh, arahnya lurus ke depan, tidak mengarah ke tengah jalan (yg mo dilalui Terios).

Ibu yg bawa Terios langsung mo mbantu angkat Zahron. “Ntar, bu… tolong angkat dulu motor (bagian belakang)nya”, kataku –karena memang kakinya Zahron masih tertindih motor.

“Aduh, pak…maap lho pak,…bapak sih, mbalap dari sebelah kiri,” katanya, dengan expresi membela diri tapi juga agak takut2, munkin karena peristiwanya keliatan antara mobil & motor, jadi banyak orang juga yg mulai ngliatin ibu itu. Aku jugak ga enak jadinya, merasa bersalah, “ya, bu, ga papa. Maaf bu, ya…”

Langsung jalanan depan Dome itu jadi rame. Macet dikit lah.

Sekilas ku liat dari kaki kananku yg masih terguyur gerimis, mengalir cairan warna merah. Rupanya … berdarah pula kakiku, dari tadi aku hanya memperhatikan anakku, terutama Zahron. Alhamdulillah Zufar ga papa.

Orang2 pada nyaranin agar segera dibawa ke Puskesmas Gn Bahagia Ring Road/Korpri. Meliat kondisi yg ada: luka2 yg kami alami & jalanan yg macet (sbagian pada nglakson lagi..), aku minta tolong Ibu Terios tadi (maaf bu, ya…ga tau namanya..) untuk mengantar anak2 ke UGD RSU, sementara aku ke sana tetep dg motor. Padahal aku belum tau tuh, …motorku bisa jalan ga. Beberapa kali distarter ga bisa. Mana kakiku mulai terasa sakitnya lagi, pegelnya juga,…masih harus dipake utk nyetarter. Alhamdulillah akhirnya –singkat cerita– nyampe di RSU. Aku berterima kasih kepada ibu itu karena mau mengantar, dan ku bilang, “Cukup bu, (ga usah ditunggu) ditinggal aja. Maaf lho, bu.” Sebelum dia ninggalin kami, dia masih sempat ngasih selembar uang, untuk berobat katanya. Sebenarnya dah ku tolak pemberian uangnya itu. Ga enak, kan… dia ga salah, trus dah mau nganterin … eh ini malah mau ngasih uang lagi. Ya, kan…?? Tapi karena tetep maksa ngasih, ya … mau gak mau… harus mau menerima juga akhirnya. Ga baik juga kan, nolak maksud baik seseorang…?? hehehe...

Karena itu, melalui tulisan ini, sekali lagi kepada Ibu tadi, yg bawa Terios KT-805-… “Terima kasih banyak lho, bu. Semoga kebaikan & keikhlasan ibu dibalas Allah dg kebaikan yg berlipat. Dan aku mohon maaf, telah membuat ibu jadi repot dan munkin merasa khawatir atas kejadian itu.”

Alhamdulillah sekitar 1 jam-an di UGD, kami dah bisa pada pulangan. Karena kaki kananku makin terasa sakitnya, aku call temen untuk mboncengin aku pke tuh motor. Ga munkin kan, masa’ aku maksain nyetarter lagi….

Monday, September 24, 2007

Sisa umur

Lelaki itu sudah lanjut usia. Aku kira umurnya 70 th lebih. Kami biasa memanggilnya Mbah. Di usianya yg telah lanjut itu, dia masih biasa mengantar cucunya ke sekolah, naik motor. Walo matanya sudah tiak bagus lagi penglihatannya, ternyata dia masih bisa dan berani mengendarai motor. Ya, memang sih, dia kendarai motor itu dg pelan2, tentunya. Dan terbatas utk waktu siang hari aja, kalo malam dia ga berani –terkait dg penglihatannya tadi.

Klo mo nemuin Mbah, sungguh gampang. Asal pas ada di tempat –ga keluar kota– hampir bisa dipastikan selalu dapat ditemui di masjid pada saat shalat berjamaah lima waktu. Dia memang hampir selalu ada pada setiap kali shalat berjamaah itu dilaksanakan. Tidak jarang, setelah shalat dia ikut ngobrol2 di masjid sambil ditemenin minuman seadanya di masjid. Ngobrol ngalor ngidul tentang berbagai hal. Dari berita yg aptudet hari itu, tentang (kegiatan) masjid, pengalamannya dulu, kabar temen/jamaah masjid yg laen, tentang anak2, ato yg laennya. Sering kali obrolannya diselingi dengan istilah2 jawa dari Mbah. Bahkan terkadang utk beberapa saat harus ngebahas istilah2 tertentu dalam obrolan itu: kalo di daerah Mbah itu dikenal sebagai apa, di daerah (dari tempat temen/jamaah) laennya lagi dikenal sbg apa, dst.

Mbah memang suka sekali nyelingin pembicaraannya dengan istilah/ungkapan2 jawa. Hal ini tidak mengherankan sebetulnya, mengingat salah satu episode kehidupan dia dulu yg cukup lama bkecimpung pada kesenian jawa yg biasa disebut dengan kuda lumping, dan juga kesukaan dia pada wayang.

Kebiasaan Mbah yg laennya adalah menutup pintu masjid. Walo tidak selalu dia sih, yg melakukannya. Biasanya bersama dengan temen laen yg juga pulang agak belakangan selesai shalat berjamaah. Ada enam pintu yg mesti ditutup: tiga pintu di ruang utama dan tiga lagi di sekeliling beranda masjid. Plus satu lagi, pintu sekretariat. Yg tidak bisa dilakukan oleh Mbah utk urusan ‘mberesin masjid selesai shalat’ adalah mematikan kipas angin. Untuk yg satu ini, Mbah selalu ngingetin ato tepatnya minta tolong kepada yg laen utk mematikannya, karena letak saklarnya memang agak tinggi, yg tidak terjangkau oleh Mbah.


Sungguh, sebetulnya banyak hal kebaikan yg bisa kita lakukan dalam hidup kita. Dalam waktu yg kita miliki. Termasuk pada sisa2 umur kita. Walopun hal2 itu kadang keliatan sepele, kecil, namun sbenarnya itu tetap memberikan arti untuk keseluruhannya. Sesuatu yg banyak dan besar itu tidak terlepas dari salah satu unsurnya yg kecil2, bukan?

Pada sisi laennya, kebiasaan melakukan kebaikan ini akan makin terasa menempati posisi yg penting ketika kita sadar bahwa kita tidak tau kapan akhir dari umur yg kita miliki. Kita berharap, semoga akhir umur kita ditutup dg kebaikan. Dan itu, sekali lagi, tidak terlepas dari kebiasaan kita. Seperti klip rekaman ini.

Thursday, September 6, 2007

Sambutlah tamu yg akan segera hadir

Ayo temen2, kita segera menyiapkan diri utk menyambut tamu agung yg sebentar lagi akan hadir ke tengah2 kita. Bulan Ramadhan, tamu agung itu, bulan yg penuh barakah. Pada bulan itu, banyak manusia yg terdorong utk berbuat kebajikan lebih banyak dan lebih sering daripada di bulan2 selainnya. Sangat sayang kalo moment yg bagus ini "lepas" begitu saja, tanpa bekas dan manfaat yg kita rasakan pada sebelas bulan berikutnya. Persiapan yg kita lakukan akan memperbesar peluang manfaat yg bisa kita dapatkan dari bulan yg mulia ini.

Di bawah ini aku kutipkan beberapa sabda Rasul saw. Semoga bisa ikut memberikan suasana yg lebih 'kondusif' utk Ramadhan kita tahun ini. Tulisan tersebut aku ambil dari buku ini, bukunya bagus untuk dijadikan salah satu panduan ramadhan di rumah kita.
Kalau di sini, temen2 bisa dapatkan khutbah Rasulullah sebelum/menyambut Ramadhan.

* * *

Ketika tiba bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh barakah, yg di dalamnya Allah mewajibkan puasa, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya ada satu malam yg lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yg tidak mendapat kebaikannya (Ramadhan), sungguh ia telah merugi.” (HR Imam Ahmad)

Salman al-Farisi ra bertutur, Rasulullah saw berceramah kepada kami di akhir Sya’ban:
“Wahai manusia! Bulan yg agung telah menaungi kalian, bulan penuh berkah yg di dalamnya ada satu malam yg lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai amalan wajib, dan menetapkan qiyamullailnya (shalat tarawih) sebagai sunnah. Barangsiapa bertaqarrub kepada-Nya dengan suatu kebaikan (amalan wajib) maka ia bagaikan melakukan tujuh puluh kali amalan wajib di bulan lainnya. Bulan itu adalah bulan berderma, bulan yg di dalamnya rezeki orang mukmin ditambah. Barangsiapa yg memberi menu berbuka bagi orang yg berpuasa maka hal itu akan menjadi pengampunan bagi dosa-dosanya, menjadi pembebasnya dari api neraka, dan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yg berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikit pun.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulallah! Tidak semua dari kami memiliki makan untuk diberikan kepada orang yg berpuasa.” Rasulullah menjawab, “Allah akan memberikan pahala itu kepada orang yg memberikan makanan ifthor walaupun dengan sebiji kurma atau seteguk air putih atau air yg dicampur susu. Bulan ini adalah bulan yg awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Karena itu, perbanyaklah melakukan empat perkara. Dua perkara menyebabkan Rabb kalian ridha kepada kalian dan dua perkara lagi membuat kalian tercukupi. Dua perkara yg pertama adalah kesaksian bahwa tiada ilah selain Allah dan beristighfar kepada-Nya. Dan dua perkara lainnya yg membuat kalian tercukupi adalah permintaan kalian terhadap surga dan perlindungan dari api neraka.” (HR Imam Ibnu Khuzaimah)
asy-hadu allaa ilaaha illallaah, astaghfirullaah; as-aluka ridhaaka wal jannah, wa a’uudzubika minannaar
>

Bila datang malam pertama bulan Ramadhan maka setan-setan dan jin-jin dipenjara, pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada satu pun yg tertutup, dan para penyeru (malaikat) memanggil, ‘Wahai para pemburu kebaikan! Sambutlah (kedatangan Ramadhan). Hai para pendurhaka! Kurangilah perbuatan maksiyat.’ Allah membebaskan (orang-orang beriman) dari pedihnya siksa neraka, dan hal itu berlangsung setiap malam. (HR Imam Tirmidzi)

* nih, asal gambarnya

Thursday, August 30, 2007

Jangan Biarkan Anak-anak Tersesat

I Made Wiryana

Beberapa produk komputer yg ditujukan untuk anak telah mulai diluncurkan. Didesain dengan harga murah, dan dengan ukuran yg lebih kecil. MIT yg diprakarsai Nicholas Negroponte mendesain OLPC (One Laptop Per Children) seharga 150-an USD. OLPC hanya akan disebarkan di negara berkembang yg mendaftarkan diri berpartisipasi dalam program ini. Lagi-lagi Indonesia hanya bengong saja, berbeda dengan Brazil, Libya, Thailand, dan negara Afrika seperti Nigeria.

OLPC ini cukup lengkap dengan fungsi multimedia, mikrofon, dan kamera, serta WLAN. Intel tidak mau kalah juga dengan mengeluarkan notebook untuk anak yg berjuluk Classmate, yg juga telah dilengkapi dengan WLAN, serta menggunakan listrik yg irit. Classmate ini memiliki LCD berukuran 800 x 480. Notebook yg dapat menjalankan Linux di Perancis, diberikan ke siswa sekolah.

Produk sejenis lainnya adalah ASUS EeePC (3ePC) seharga 190 USD, yg diluncurkan dalam pameran Computex 2007 di Taiwan, dan langsung menyedot perhatian. Notebook ini menggunakan flash disk 2 GB. Komputer ini pre-install Linux dengan GUI, yg disesuaikan agar mudah digunakan. Cocok untuk anak-anak, karena berukuran 225 x 165 x 21-35 mm, dengan layar 7 inch, dan berat sekitar 890 gram. ASUS EeePC menggunakan clock sekitar 1 Ghz, yg dilengkapi modem, ethernet, dan WiFI, serta sistem audio beserta speaker, dan kamera video.

Banyak pihak yg langsung “ngiler” ingin memberli notebook ini untuk anak-anak demi mempersiapkan diri menghadapi era informasi. Tapi tanpa mempertimbangkan perangkat lunak yg digunakan, bisakah membeli prpgram aslinya? Yg jauh lebih mahal dari harga notebook ini? Orang tua yg “ngebet” itu dengan santainya memutuskan memakai program bajakan, yg penting anak tidak gaptek dan tahu memakai program. Mereka tidak sadar telah meracuni anak-anak yg masih kecil dan bersih jiwanya ini dengan racun pembajakan di otaknya. Secara tidak sadar tertanam dalam pemikiran anak-anak, bahwa memakai program bajakan itu sah-sah saja.

Sulit bagi orang tua untuk membeli perangkat lunak proprietary yg bisa lebih dari 3juta rupiah. Begitu juga sekolah, berapa biaya total bila ingin memperkenalkan komputer ke anak SD. Daripada membeli lisensi perangkat lunak, mungkin sebaiknya dananya digunakan untuk menaikkan gaji para gurunya, atau membeli buku. Bila kini saya menyarankan penggunaan program Open Source untuk anak-anak, akan banyak orang berkata, “Jelas saja, Anda kan aktivis Open Source, jadi punya agenda memasyarakatkan Open Source”. Mirip komentar orang ketika 9 tahun lalu, saat saya memperingatkan masalah sweeping, sistem KPU, dan sebagainya.

Waktu yg berbicara, ketika sekarang legalitas menjadi masalah bagi warnet, orang baru menyadari peringatan itu. Saat sekarang banyak perusahaan sibuk bermigrasi daripada dikejar-kejar tukang tagih lisensi, mungkin baru teringat pesan saya yg dulu. Bukan maksud saya menepuk dada menunjukkan ampuhnya ramalan ala paranormal saya, tapi ini bukti bahwa suatu keputusan yg mengabaikan beberapa pertimbangan yg berisiko akan menimbulkan kesulitan lebih besar di kemudian hari.

Begitu juga dengan komputer untuk anak ini. Kita lagi-lagi seperti terlambat, tidak memikirkan platform apa yg tepat untuk pendidikan komputer di usia dini ini. Open Source tidak saja menyediakan beragam program untuk si kecil, misal Pysycache, gcompris, childsplay, atau GUI khusus seperti SUGAR yg digunakan di OLPC, tapi juga lingkungan belajar pemrograman seperti Squeak, eToys, dan Scratch, tapi Open Source memberikan platform pendidikan bagi si kecil yg lebih dari itu, baik dari sisi teknis maupun nonteknis.

Pada prinsipnya, dalam memperkenalkan komputer ke anak-anak adalah konsep komputerisasi dan pemecahan masalah secara logis dan algoritmis. Tidak perlu atau malah tidak cocok kalau harus belajar program yg sama, dan biasa digunakan orang dewasa (yg sebetulnya digunakan untuk lingkungan kantoran). Di sinilah salah kaprah yg terjadi dalam pengajaran perangkat lunak ke anak SD di Indonesia. Kelebihan teknis dari Open Source adalah memungkinkan adanya pengubahan secara cepat.

*diambil dari edisi cetak majalah infoLinux bulan Agustus 2007*
gambare dari sini

Wednesday, August 29, 2007

Di Tengah Keletihanku, Tamu itu Makin Mendekat

Lebih dari dua pekan ini sungguh sangat melelahkan aku. Tidak hanya melelahkan secara fisik, secara ruhiyah pun aku kecape'an. Kerjaan kantor begitu dahsyatnya mengejar-ngejarku. Adanya reorganisasi direktorat kantorku ini berimbas pada banyak hal yg harus dilakukan oleh kantor2 operasional di daerah2, termasuk di kantorku. Ya, penyesuaian2 itu, dari kantor lama ke kantor baru -plus juga adanya sedikit perubahan di tingkat departemen- membuahkan banyak kerjaan yg kudu diselesaikan segera. Deadline2 yg mepet saling berlomba untuk minta cepet2 dituntaskan. Dan salah satunya akulah, yg ketiban rejeki untuk segera menyelesaikan beberapa urusan itu. Jumlah pegawai yg lebih sedikit dibanding sebelum kantor ini direorganisasi, makin menguatkan kesan sibuknya kondisi kerjaan yg ada.

Di luar itu, yg menambah kelelahanku adalah adanya tugas kepanitiaan di kampung pada tujuhbelasan kemaren. Yg membuatku tambah lelah lagi secara psikis adalah kenyataan yg terjadi bahwa panitia yg ada tidak berjalan dg baik & optimal. Banyak agenda yg dihandle oleh pengurus RT nya langsung. Aku yg memang sebenarnya kurang terbiasa ngurus & ngikutin acara2 kekgituan (tau sendiri, kan...tujuhbelasan itu kek apa?), hanya sekadar ngebantu jadi sekretaris panitianya, jadi makin nggak enak. Sang ketua -boss panitia ini- sering nggak muncul (dg berbage alasannya), panitia yg laen belum terkoordinasi dg baek. Jadilah acara2 tujuhbelasan itu berjalan seadanya. Tetep 'alhamdulillah' sih, acaranya bisa berjalan. Tapi, ya .. itu, bejalannya dg cukup 'sempoyongan'. Memang, akhirnya yg kami prioritaskan adalah acara utk anak2 (buat nggembirain mereka) dan jalan santai. Yg terakhir ini merupakan acara taonan yg selalu diadakan; jalan2 bareng, banyak keluarga satu kampung/RT, terus bagi2 durprez.

Dua kesibukan tadi masih harus disertai dg aktivitas tetepku di luar kerjaan, yg biasanya kulakukan pada waktu malam harinya, setelah pulang kantor. Kegiatan bersama temen2 utk saling berbagi tentang keberislaman kita. Biar kita tidak hanya berislam karena keturunan aja. Biar kita makin bertambah wawasan kita. Biar kita makin tau & makin bisa menyesuaikan diri lebih dekat dg apa yg kita anut. Juga, untuk selanjutnya, biar kita bisa ikut berbagi ato membagikannya -ilmu ato pengalaman itu- ke orang laen. Makanya, kalo dirasa memunkinkan -dalam forum sharing/ta'lim itu- biasanya sekalian kita bikin agenda acara laen yg bisa memberi manfaat ke orang laen yg lebih banyak.

Di tengah2 aktivitas macam itulah -juga tentunya rutinitas dalam keluarga yg tetep berjalan- lelah & cape' itu menghinggapi. Parahnya, rutinitas laen yg mestinya bisa kujaga pula dg baek, malahan terlalaikan. Tilawah quran ku cukup berantakan. Hubunganku dg Yg di Atas, walo tetep dilakukan -& selalu dijaga utk bisa shalat jamaah, misalnya- namun kurang terasa kenikmatannya. 'Tarikan' bumi nampaknya cukup kuat menyedot energiku.
Berhenti sejenak utk menata kembali, kukira pilihan bijak yg mesti dilakukan.

* * *

Kurang lebih dua pekan lagi Tamu Agung itu kan hadir. Aku harus bisa menyambutnya dengan sebaik2nya. Menghormati dan menghargainya. Memuliakannya, sebagaimana tamu lain yg juga sangat disarankan bagi kita utk memuliakannya. “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya”.
Sembari menata kembali, lepas dari jeratan kesibukan yg 'nggak-tekendali-lagi', sekaligus siap2 menyambut Tamu Agung yg sudah makin dekat, hampir sampai di depan pintu rumah. Aku harus menata diri dulu. Agar aku pantas dan sopan dalam menyambut kedatangannya. Agar dia juga betah bertamu kepadaku. Agar dia tidak segan2 memberikan hadiah yg bermanfaat buatku. Agar dia tidak kecewa menghampiriku. Agar dia bisa menceritakan kegembiraan dan kepuasannya selama bertamu ke tempatku, ketika dia saatnya pergi kembali nanti.

AHLAN WA SAHLAN YAA RAMADHAAN
Selamat datang wahai bulan suci Ramadhan


*gambare saka kene*

Friday, August 3, 2007

R e m

Alhamdulillah, beberapa hari lalu motorku telah kembali normal, ‘kehidupan’ku pun kembali normal juga. Motorku (hehehe...tepatnya motor kantorku) baru diservis bagian rem depannya yg cakram itu: ganti kampas rem, tambah minyak rem, de el el. Tiga hari sebelumnya merupakan hari-hari yg cukup ‘menyiksa’ bagiku. Bagaimana tidak, rem belakang motor ini dah kurang bagus; dah gitu rem depannya lebih parah lagi, ga berfungsi, alias blonk…!! Aku yg biasanya naek motor cukup laju akhirnya harus menyesuaikan dengan kondisi ini. Sebenarnya aku sendiri penginnya pelan2 aja kalo naek motor. Tapi berhubung manajemen waktuku termasuk kurang bagus, maka aku sering merasa banyak hal yg perlu dilakukan segera. Karena perlu segera, berarti aku harus cepat2 menuju ke sana, kalo kebetulan tempatnya tidak dekat. Harus cepat2 berarti aku harus laju mengendarai motorku, ato ... ngebut.

Kebayang kan jadinya, gimana rasanya kalo kita yg biasanya begitu, tiba2 rem motornya yg jadi andalan ga berfungsi. Klo mo diturutin terus (ngebutnya), bisa-bisa (banyak) memakan korban toh? Ya, mau ga mau aku harus mematuhi kondisi yg ada. Sesekali lah, nyatee. Sambil merenungkan dan mengambil hikmah2 yg bisa dipungut.
Betapa rem itu sangat perlu banget gitu, loh (sebenernya dah tau, sih,,cuma, jadi tambah ngeh aja, gthu lho). Kalo ada sesuatu yg hampir ketabrak (dengan berbagai kondisi dan sebabnya) yg memang harus dihindari, rem bisa difungsikan agar tabrakan tidak terjadi. Bagian kecil ini memang merupakan unsur penting pada motor/kendaraan. Menjadi alat vital, gitu. Yg dengan tidak adanya menjadi sangat beresiko.

* * *
Kayaknya hidup ini juga memerlukan rem, deh. Hidup, mulai dari bangun tidurnya, mandinya, berpakaiannya, makannya, minumnya, kerjanya mencari nafkah, bermainnya, beribadahnya, sampai tidurnya kembali –dan juga aktivitas laennya dalam hidup kita– perlu dilakukan sedemikian rupa agar seimbang dan mendatangkan manfaat. Kalo ada salah satu ato beberapa bagianya yg kelajuan, perlulah untuk direm. Ditahan sedikit, lebih dikendalikan lagi.

Misal, kalo suka makan makanan terntentu, makanlah secukupnya aja, walo stok makanan itu menumpuk. Ga bagus buat kesehatan kalo berlebihan. Juga, ga bagus buat kantong kita, heheheh makin cepet nanti kempesnya. Selain itu, sebenernya juga berpengaruh pada sikap mental kita, seperti bisa membuat kita jadi malas. Bagus, klo emang ada (makanan) yg berlebih, dan kita sudah merasa cukup, yaa dibagi-bagi ke sekitar kita. Itu bisa membuat orang senang, bahagia. Biasanya mereka akan mendoakan kita. Insya Allah kita bisa menjadi lebih baik lagi, bisa mendapatkan yg laen lagi. Bisa berbagi lagi.

Misalnya lagi kalo kita dah pensiun, eheheheh…ato belum/ga punya kerjaan, dah gitu kita punya uang banyak lagi, dah gitu lagi kitanya suka ama yg namanya tidur,, udah deh, bisa tidur seharian ituu. Yaa tetep ajalah, bagusnya tidur tuh seperlunya. Ya, ga? Walo kita ga punya kerjaan, duitnya banyak, tidurlah secukupnya, manfaatkan waktu lain untuk aktivitas laennya. Hobi qo tidur, munkin ada yg begitu ya?? Tanpa hobi tidur pun, kalo kita mo itung2 waktu tidur kita, selama hidup kita (diasumsikan jatah umut kita 63taon, misalkan), dengan rata2 tidur 7-8jam sehari, kita akan kaget …berapa banyak waktu yg kita pake buat tidur duank selama hidup kita. Ayo..ayo..semangat!!

Lagi, misal yg laen adalah sedih dan duka. Ini adalah bagian dari hidup manusia. Kadang ada orang yg menikmati kesedih-dukaannya dengan mendayu-dayu; menikmati banget gitu. Sampe membawa beliaunya terbang entah ke mana, ke alam impiannya. Ada lho, yg gitu. Yg nulis, klo ga kliru, kayaknya pnah ngalamin deh. Hueheheheheh… Harus segera sadarlah kalo terjadi yg kek ginian. Ga produktif banget gitu. Mending secukupnya, bisa setelah itu ditulis deh. Tapinya juga, kalopun mo ditulis, ditulisnya juga yg bisa memberi manfaat, ada hikmahnya; jangan memperpanjang kesedih-dukaannya lagi. Hmm….gitu, ya??

Yup, gitu deh. Kita mesti pande2 mengatur hal2 kita. Kalo ada salah satu ato beberapa yg berlebihan, otomatis itu akan mengurangi bagian yg laen dari diri kita. Yaa pokoknya diatur ajalah, gimana biar bisa seimbang.

Btw, tentang ngebut ato laju dalam berkendaraan, terkadang memang diperlukan (eh, bener ga, sih??). Ya, bisa dibilang ini menjadi salah satu ketrampilan yg sewaktu-waktu di tempat tertentu, untuk suatu keperluan, memang patut diterapkan. Tentunya tetep dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kendaraannya ya.
Kalo buat pak pulisi, harus bisa kali, ya??

Friday, July 27, 2007

Al-Jihad, Masjid yg Menjadi Bagian Sejarahku

Al-Jihad adalah nama masjid di komplek perumahan (RSS)ku. Ia mulai dirintis pendiriannya sejak 1997. Pihak pengembang hanya menyediakan tanahnya; dan setelah dimintai sumbangannya, waktu itu hanya memberikan bantuan dua ratus ribu rupiah. Awal pembangunan mushola (waktu itu masih berupa mushola) –yg mengejar (target) Ramadhan harus sudah bisa dipakai– hanya berupa bangunan 6x6 m2 (sebagaimana tipe bangunan rumah di komplek itu) yg terdiri atas tiang2 dan setengah (tepatnya munkin sepertiga) tembok. Puff,,semilir deh pokoknya waktu itu, klo pas lagi (shalat) tarawih di mushola komplek.
Setelah itu, bangunannya agak berkembang, ditembok smua. Tapi tanpa plesteran; dan pintu serta (kusen) jendelanya pake bekasnya rumah2 komplek (rumah2 yg telah mengalami renovasi. Terus berkembang –dengan berbagai lika-likunya (tau sendiri, kan,, manusia itu macem2)– dari diplester, dibikinin tempat berwudhu, dilebarin, dipugar plus diluruskan kembali kiblatnya, smpe dilebarin lagi (utk yg kedua kali) sekaligus dengan membeli kapling tanah yg ada di depan masjid.

Masjid ini relatif berdiri atas ‘jerih payah’ warga kompleknya sendiri. Dengan kemampuan seadanya, yg memang rata2 adalah keluarga yg menengah agak ke bawah stratanya (heheheheh istilahnya aneh bangets, ya..). Jadi, wajar memang, kalo akhirnya jalannya pembangunan masjid ini pelan2.
Seiring dengan perkembangan masjid, tentu ada hal2 yg menjadi kenangan tersendiri bagi orang2 yg terlibat dalam ‘hiruk-pikuknya’ masjid ini. Dua hal yg ingin aku tuliskan di sini adalah tentang obrolannya dan makan-makannya. Weh..weh.. kayak apa itu??

Ngobrol bareng di masjid
Seringnya sih, ngobrol ini dilakukan setelah maghrib, sambil menunggu waktu isya datang. Walopun ngga tiap hari juga. Namanya juga ngobrol, jadi ngga ada tema tertentu. Suka2 deh, ngalor-ngidul ngetan-ngulon. Saling tukar info, tukar pendapat. Eh, kadang tidak hanya tukar pendapat, tukar pendapatan juga… Nraktir, maksudnya. Seperti kemarin maghrib, Pak Kusasi (kerja di PT NUH) yg baru saja selesai tugas dari lokasi, dia nraktir makan bakso buat kita2 yg lagi cangkrukan di masjid, selesai shalat maghrib. Sekadar info, biasa.. di masjid ada lelek/tukang bakso yg sering ikut shalat jamaah di masjid.
Tapi jangan beranggapan ini ngobrol2 yg tiada guna. Setidaknya silaturahim di antara kami makin terjalin lagi, palagi klo ada yg nraktir kayak kemaren. Terkadang juga ada jamaah baru, baik warga baru ataupun famili dari warga yg akan tinggal beberapa lama di rumah familinya (biasanya sih orang tua yg lagi berkunjung ke rumah anaknya); nah ajang ngobrol ini menjadi sarana utk memperdalam kenalnya kami kepadanya.
Faedah lain adalah, tidak jarang kami mendapat info bermanfaat dari salah seorang teman ngobrol itu. Baek itu, info ttg pekerjaan, pendidikan (utk anak2 kami), aktivitas dakwah, sosial, dan berita2, ato yg laennya.
Paling tidak juga, buatku, kesempatan ini sering menjadi sarana ‘jeda’ku dari rutinitas kerjaan kantor, aktivitas dakwah di lembaga yg kuikuti, online di internet (tmasuk ngeblognya), dan rutinitas di rumah. Tidak jarang muncul inspirasi dari pertemuan santay ini.

Makan-makan bareng
Ini menarik pula. Ya, ngga?? Ini memang hal menarik, yg banyak disukai orang, (barangkali) termasuk pula anda.
Makan bareng ini, selain dilakukan pada saat2 seperti kerja bakti dan waktu iedul Qurban, juga dilakukan secara insidentil tergantung pada kesepakatan temen2. Kadang juga dilakukan setelah acara pengajian, sekaligus ngajak guru/pengisinya.
Menunya pun macam2/ganti2. Dari rica-rica manado, coto makassar, soto banjar, gulai, lalapan, de es te. Klo ga makan besar, yaa…sekadar snack, makanan kecil, ini lebih sering lagi kalo pas iedul Fitri.
Makan bareng-bareng,, tentu terasa beda kan suasananya..?? menambah keakraban, tambah kenal macam2 masakan (aq kenal rica2 ya di sini), dan insya Allah juga menambah pahala (dari yg ikut nyumbang dana, masakin, ngebawain barang/makanannya ke masjid, bahkan juga yg menikmatinya lalu memujinya serta berterima kasih). Wuuih…nikmaaaat. Euunak tenaaaan :)

*di teras samping masjid inilah, biasanya kami ngumpul2*

* * *
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS Annur:61)

Wednesday, July 18, 2007

Sekarang Rajab...

menyusul setelah itu: Sya’ban,…dan… Ramadhan (…terus Syawal).
Ga terasa…
Ya, dua bulan lagi Ramadhan akan hadir.
Tamu agung yg mesti disambut dengan penuh kegembiraan
Bagus kalo kita melakukan persiapan untuk menyambutnya.
Munkin tulisan ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk itu
Ato persiapan lainnya. Bisa kita lakukan.
Hanya mengingatkan…
Bulan yg penuh barokah itu sebentar lagi akan datang…

Allaahumma baariklanaa fii rajabi wa sya’baan, wa ballighnaa ramadhaan

Mengeluh

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang menegakkan shalat

Begitulah manusia...
Dia diciptakan, salah satunya dengan memiliki kecenderungan untuk berkeluh kesah. Tentang apa saja. Di waktu kapan saja. Tidak jarang, ditujukan kepada siapa saja.
Itu memang sudah ‘melekat’ padanya.
Ada orang yg sedikit2 mesti ngeluh. Apa aja mesti dikeluhin. Kepada siapa pun dia mengeluh. Dapat nikmat aja ngeluh (yg katanya kurang banyak lah, qo’ kayak gini aja, qo’ yg di sana lebih banyak dari aku, dsb...), apalagi dapat musibah ato cobaan, hal2 yg memang “dimaklumi” untuk ditanggapi dengan keluh kesah. Parahnya, orang kek gini sangat berpotensi untuk menjadi agen penyebar virus keluhan. Tidak sedikit ada orang, anak, murid, yg pinter mengeluh, karena bersama dia ada pakar mengeluh. Duhh... :(
Ada juga orang yg ngungkapin keluhannya dengan hati2, pilih2 orang, pilih2 kata dst.. klo mo ngeluarin keluhannya. Ngga sembarangan dia ngeluarinnya, ngga mo ngobral lah… Malu…
Walo ada orang2 yg bertekad untuk tetap tegar, tabah, tidak mau cengeng, tidak mau membebani orang laen, …tapi teteeep aja, sifat itu sesungguh telah melekat pada manusia, sebagai fitrahnya. Tidak bisa diingkari & dihindari. Mau ga mau (hehehe..harus mau, ya).

Nah, kata ust Saiful Islam Mubarak (yg dari Bandung itu), ketika bliau ada kesempatan mampir & ngisi taushiyah di kota ini, sesungguhnya kita hidup adalah untuk beribadah kepada Allah, agar kita bertakwa kepadanya. Karena itu, segala kondisi yg terjadi pada kita, segala keadaan yg kita alami, mesti kita sikapi dan kita tanggapi untuk (dalam rangka) ketakwaan kita kepada-Nya. Termasuk kondisi2 kita ketika marah, sedih, mengeluh, dsb, itu harus dilakukan (ato disikapi) agar bermanfaat bagi peningkatan ketakwaan kita.
Nah, lo…nyambung ga nih… Klo kita dapat nikmat, kita lagi suka, kita kaya,,, adalah wajar jika kita harus memanfaatkannya untuk meningkatkan takwa kita. Tapi pas giliran kita kena musibah, lagi sedih dan banyak keluhan, ato kita miskin,,, gimana cara manfaatinnya agar kita makin bertakwa? Yup, ketika kondisinya seperti yg disebutkan pada bagian yg terakhir tadi maka kita harus tetap menghadapinya untuk makin dekat kepada Allah. Ketika marah misalnya kita harus segera ingat untuk tidak melampiaskan secara berlebihan dan merugikan, syukur2 bisa segera ambil air wudhu (berwudhu maksudnya, ga cuma ambil airnya duank ). Ketika sedang duka, ada masalah, curhatlah secara proporsional untuk mendapatkan solusinya, bagus banget kalo menyampaikan keluhannya pada Tuhan kita. Ketika kita miskin, yaa kita harus bangkit dari kemiskinan itu dengan ikhtiar mencari nafkah yg halal. De es te…

* * *
back to ‘mengeluh'…

Kemaren aku mengalami & melakukannya. Di dalam salah satu milis dari beberapa milis yg kuikuti. Akhirnya keluarlah ‘keluhan’ itu dariku. ‘Keluhan’ yg sebenarnya aku sendiri tidak suka untuk memperdengarkannya kepada orang lain. Yg selama ini aku tahan2, dan memang –alhamdulillah– selama ini aku bisa menyiasati & menikmati kondisi itu (yg kukeluhkan) relatif dengan baik, dengan aman.
Keluhan itu akhirnya keluar juga. Setelah ada postingan dari teman yg menyampaikan pengalamannya [baca: keluhannya]. Keluhan di atas keluhan. Bagiku (keluhan) itu perlu disikapi secara simpatik. Dari tulisan dia, serasa aku tidak bisa menahan liukan jari2 ini untuk terus begerak di atas keyboard di depanku. Ungkapkan peduliku, bahwa dia tidak sendirian, masih ada orang2 laennya yg juga mengalaminya. Itu dimaksudkan juga untuk menggugah kesadaran-bersama temen2 milis akan adanya kondisi itu, bahwa itu tidak bisa dipungkiri. Harapannya akan ada ‘tindak balas’ yg mudah2an bisa membantu mengatasi problem yg ada.
Jangan biarkan keluhan2 itu berlalu begitu saja. Harus ada proses saling mengingatkan. Bahwa tidak ada kebaikan pada keluh kesah yg berlarut-larut. Tidak bagus terus melarutkan diri dalam keluhan, dalam kesedihan. Juga harus ada tindakan yg meringankan beban. Bahwa kita perlu membantu orang2 yg perlu pertolongan. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita pada saat kita memerlukannya kelak … di akhirat.

* sory, ya .. isi keluhan itu tidak perlu lah kuulang di ‘forum’ ini. Smg tidak mengurangi kenyamanan anda dalam mengambil hikmahnya
* tuk temen2 milis dejekaen, salam jabat erat. Terus bangun kebaikan & kebersamaan
* tuk mas andri yg ada di center/pusat, khususnya, thnx atas tanggapannya yg bijak

Friday, July 6, 2007

Mutasi...mutasi... (2)

Akhirnya...

Tadi pagi SK tentang mutasi pegawai pelaksana dah mulai 'disebar'. Teman2 yg sebelumnya dah deg-degan menanti kabar mutasinya masing2 langsung pada nanyain, kena mutasi ga? mutasi ke mana? dst

Aku sendiri -juga istriku- ternyata ga ke mana-mana, alias sih tetep di sini, di Balikpapan kota minyak kota beriman, kota 'tercinta. Semula sih, kami pengin bisa pindah ke Pekalongan, kampung halamanku. Instansiku memang buka kantor cabang baru di sana.
Knapa pengin pindah ke sana? Yaa biasa, salah satunya pengin deket ama ortu n mertua (Magelang), biar bisa berbuat lebih baik lagi ke mereka. Maklum di sini kami harus ada persiapan klo pengin mudik.

'Hasil' SK ini, bagaimanapun masih kami syukuri. Kami emang berharap klo ga bisa ke Pekalongan, lebih baek tetep di sini aja. Bukan apa2. Klo pindah ke tempat laen berarti harus mulai lagi dengan kehidupan baru di tempat baru, sementara di sini kami dah lumayan 'stabil' n masih ada rencana2 yg mesti diselesekan. Walo sebenarnya kami juga ga terlalu masalah kalo ternyata harus demikian. (Tadinya kami menduga ada kemungkinan pindah ke Samarinda)

Akhirnya...
kami ternyata tetep di sini. Di Balikpapan. Nampaknya kami masih harus banyak berbagi lagi di sini. Paling tidak untuk sementara ini.
Buat temen2 yg dapat mutasi ke tempat laen, yg tersebar dari Aceh ampe Papua, selamat memulai hidup barunya, selamat dengan pengalaman barunya. Jalani dengan sebaik-baiknya yg mampu kalian lakukan.
Semoga Allah tambahkan keberkahan-Nya kepada kita semua atas semua kebaikan kita. Semoga Allah terus membimbing kita.

Semangat bro!!

Saturday, June 30, 2007

Selamat, Ya...

Kembali, sebagaimana bulan lalu, hari ini adalah hari terakhir di bulan ini pada tahun ini. Kali ini, setidaknya ada dua momen yg aku catat sebagai sesuatu yg spesial.

Pertama, temanku Dhika, hari ini melangsungkan pernikahannya di Jakarta. Sebenarnya dia tuh adik kelas SMA-ku, walo ga ketemu. Aku taunya ya di dunia sini, dunia maya. Terus terang walo dia adik kelas, lebih muda, harus kuakui dia banyak memiliki kelebihan dibanding aku. Liat aja sendiri blognya. Anda bisa merasakan kelebihan itu. Tidak hanya kelebihan dalam hal kemampuan, ketrampilan, ato kepintaran. Namun, juga dalam hal kebaikannya; akan terasakan di dalam blognya.
Yaa, hari ini menjadi hari yg baru bagimu, Dhik. Hari yg baru untuk memulai kebaikan2 yg lainnya lagi. Lebih banyak lagi potensi kebaikan yg ada di depanmu daripada sebelumnya. Makin luas medan kebaikan yg bisa engkau lakukan, dibanding ketika engkau sendirian. Walo juga, makin bertambah ujian yg mengiringinya. Namun, smua (ujian) itu tidaklah ada dan terjadi melainkan akan makin meningkatkan kebaikan yg ada padamu, ketika kamu bisa menghadapi & menaklukkannya.
Semoga barakah Allah dilimpahkan bagimu & keluargamu, Dhik. Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika, wa jama'a bainakumaa fii khairin.

Kedua, terkait dengan sosok seorang wanita yg tangguh. Dia teman kuliahku dulu. Satu jurusan, satu angkatan. Di sela2 waktunya yg tidak banyak -sebagaimana waktu yg kita miliki juga, sama banyaknya- dia harus pandai2 membagi waktunya untuk berbagai aktivitasnya. Untuk mengurus & mendidik anaknya, melayani suaminya, melakukan kerjaan2 kantornya, aktivitas di yayasannya, dan .. ya, tentunya aktivitas untuk dirinya sendiri jugalah.
Munkin di antara Anda, ada juga yg seperti dia. Anda bisa merasakannya sendiri. Seperti apa repotnya. Seorang ibu, ...yg demikian. Di balik kerepotannya, sungguh kita tau ada kemuliaannya, ketika smuanya bisa dipenuhi hak2nya.

Menghadapi & mendidik anak adalah sesuatu yg lumrah & semestinya dilakukan oleh ibu/orang tua. Tapi, kita juga tau bagaimana sih, kalo kita berhadapan dg mereka? Mereka yg masih punya dunianya sendiri, yg penuh dg imajinasi, yg seringkali belum bisa nyambung dengan logika kita pada saat kita ingin menasihatinya, misalkan. Apalagi kalo jumlahnya tidak hanya satu. Adalah sesuatu yg kerap terjadi, bila mereka rebutan sesuatu mainan ato lainnya. Ya, perlu ketelatenan, peduli, empati.
Demikian pula terhadap suami. Ada kewajiban lain yg mesti ditunaikan, di samping ada hal yg bisa dilakukan dengan saling membantu. Terhadap kerjaan dan aktivitas di luar pun tidak beda. Ada tugas2 yg mesti diselesaikan. Pun, dia tidak boleh melupakan kebutuhan dirinya. Apalagi dengan kegiatannya yg tidak sedikit. Dia perlu menjaga kondisinya. Dia perlu mendidik dirinya, agar terus bertambah pengetahuannya. Agar dia tetap bisa memberikan kebaikannya kepada yg lainnya.

Pada hari ini, wanita itu, teman kuliahku dulu, telah bertambah satu tahun usianya. Sudah selayaknya aku mengucapkan selamat kepadanya. Terima kasih kepadanya. Apalagi dia adalah pasanganku. Isteriku. Yg selama ini telah menemaniku, membantuku, melahirkan dan mendidik anak2, dengan segala lika-likunya.
Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga sisa umur yg ada, Allah karuniakan keberkahan sehingga akan membuahkan banyak lagi manfaat. Manfaat untuk anak, manfaat untuk kita, manfaat untuk orang lain, juga manfaat untukmu.

Zuzazu juga ngucapin selamat untuk Umi. "Selamat ulang tahun, Umi ya. Semoga Umi tambah sabar menghadapi kreativitas kami", hehehehehe :D Abang Zufar berharap dapat adik perempuan; Mas Zahron minta adik laki lagi; hmm... Zuhair..?? :))

Friday, June 29, 2007

Persimpangan Jalan

Perjalanan menuju ke kantor dari rumahku setidaknya akan menemui 3 ‘lampu merah’, jika melewati rute Sepinggan-Gunung Bakaran-Dam-Pasar Baru-Gunung Sari. Bila melalui rute Sepinggan-Korpri-Ring Road-MT Haryono-Dam-Pasar Baru-Gunung Sari, akan ada 4 ‘lampu merah’; juga kalo melalui Sepinggan- Korpri-Ring Road-Balikpapan Baru-Gunung Guntur-Gunung Sari.
Selain lampu merah tadi, masih akan ditemui adanya persimpangan-persimpangan lain. Buatku, aku dah tau harus memilih belokan yg mana tiap kali menemui persimpangan-persimpangan itu. Termasuk memilih rute mana yg mesti kulalui ketika aku –misalkan– harus sekalian mengantar anakku yg masih TK, ato ketika aku berangkat sendiri tanpa harus mengantarnya. Tentu aku ga bingung lagi karena dah biasa. Dan menjadi semacam rutinitas.
Sebenarnya, tiap kali kita menemui persimpangan maka di situ ada pilihan sesuai jumlah belokan simpangannya. Dan ketika menemuinya kita diharuskan memilih arah mana yg akan kita tempuh untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.

*ada lagu/nasyid Di Persimpangan Jalan Aku Berdiri punya edCoustic di sini*

Kehidupan ini kurang lebih seperti perjalanan di atas. Senantiasa ada persimpangan di dalam kehidupan dalam wujud berbagai persoalan. Dan kita mesti memutuskan, alternatif pilihan mana yg diambil. Kadang alternatif-alternatif itu gampang kita pilih. Kadang tidak gampang juga. Variatif. Bahkan, bisa jadi ada yg sampe membuat kita pusing, stress, sebagaimana pengibaratan yang sering kita dengar ‘bagai makan buah simalakama’.
Dan kita sama2 mafhum bahwa tiap pilihan ada resikonya. Ada konsekuensinya. Semudah ato sesulit apa pun pilihan itu. Sesungguhnya hal ini sederhana. Ketika persimpangan itu ada di hadapan kita, kita tinggal milih alternatif yg mana yg akan kita ambil. Sudah. Selesai. Sederhana bukan?

Ternyata, walo sederhana, pada praktiknya sering kali ga segampang itu. Kita sering merasa dihadapkan pada pilihan2 sulit, yang sama2 bagus ato sama2 buruk, sehingga bingung mengambil keputusannya.
Di ruang/rubrik2 konsultasi kita akan banyak mendengar orang2 yang demikian, kebingungan dan kesulitan terhadap masalah yang dihadapinya; mesti berbuat apa? Sebagai contoh, bisa dilihat di klinik bisnis eramuslim ini, yang sering aku kunjungi.

Salah satu contoh yang lain, bisa aku ceritakan di sini, yang kudengar dr seorang Khatib Jumat. Di sini sekaligus kita akan tau bagaimana seseorang ketika memberi saran dan masukan terhadap orang yang lagi punya masalah.
Sang Khatib tadi mengisahkan bahwa dirinya pernah (transit) di Qatar dalam rangka mengantarkan bantuan kemanusiaan untuk korban penyerangan AS di Iraq. Di Qatar –bersama seorang teman dari Malaysia– dia bertemu dengan para buruh Indonesia/TKI. Biasa, dalam pertemuan seperti itu, setelah sesi dialog, para TKI banyak menyampaikan permasalahan dan keluhannya. Yang paling banyak adalah perlakuan yang ga adil dari majikan mereka. Sang Khatib yang dari Indonesia tadi memberikan nasehat yang umum, yang biasa kita sampaikan kepada orang2 yang memang lagi ga berdaya. Beliau menyarankan untuk bersabar, insya Allah akan ada gantinya yang lebih baik dari Allah nantinya. Apa lagi ini kan di negeri orang, yang kita banyak keterbatasannya. Nasehat ini sebenarnya ga kliru. Tapi, kata beliau sendiri, ternyata nasehat ini (terlalu) biasa-biasa saja. Karena ketika temannya yang dari Malaysia itu ganti memberikan masukan, apa yang disampaikannya? “Tuan-tuan, Anda di sini sudah cukup lama. Dan hal yang Tuan-Tuan hadapi, juga bukan hal yang terlalu baru lagi. Sesungguhnya apa yang akan Tuan-Tuan alami dan rasakan, sangat tergantung pada Tuan-Tuan sendiri. Kalo Tuan-Tuan memang hanya berdiam diri, menerima saja hal itu terjadi, maka Tuan-Tuan tetap akan seperti ini kondisinya. Dan itu harus Tuan-Tuan terima. Karena itu yang menjadi pilihannya. Kalo Tuan-Tuan menghendaki ada perubahan, maka Tuan-Tuan mesti mau melakukan sesuatu. Apakah itu, Tuan-Tuan harus bilang kepada majikan, ato bahkan protes. Ato yang laennya. Agar kondisi Tuan-Tuan bisa berubah.” Kurang lebih seperti itu nasehat orang Malaysia tadi.
Cerita laen, bisa diliat di sini, dari Andrie Wongso.

Sekali lagi, sesungguhnya kita hanya tinggal memilih saja. Dari yang kuamati, dan aku alami, kita sering kesulitan dalam memilih, sering kali disebabkan oleh diri kita sendiri. Walo kita telah bertanya dan konsultasi kepada orang lain, dan telah diberikan jawaban (alternatif-alternatif yang bisa kita pilih), namun tetap saja kita masih kesulitan mengambil keputusan. Kesulitan itu menurutku bermuara pada : ketidakjelasan visi/tujuan kita, dan kita tidak siap (tidak mau) menghadapi resiko/konsekuensi yang ada dari setiap pilihan.
Bagi orang yang selalu mau enaknya aja, ga siap dengan resiko yang memang adanya bermacam2 (pilih2 resiko, yang gampang aja), ga mau melakukan usaha, dan ga mau berkorban, akan lebih sering menemui masalah –yang bagi orang lain sangat munkin itu adalah hal yang biasa-biasa saja, bukan masalah yang berat.
Aku tidak memungkiri ada faktor laen di luar diri kita, yang bisa turut mempersulit pilihan yang akan kita ambil. Namun, diri kita sendiri tetaplah menjadi penentu atas jalan keluar yang akan kita lakukan. Termasuk ketika ada jalan keluar yang ga terduga yang diberikan Allah kepada kita, itu pun –kasarannya, nih– tetap tergantung pada diri kita; tergantung investasi kebaikan yang telah kita lakukan, tergantung ketaatan kita pada-Nya.

*gambarnya dr sini*

Friday, June 22, 2007

Tahukah Anda (1)

‘Buku’ yg Amat Menakjubkan

Sebuah buku yg isinya banyak memberi manfaat. Memberi informasi, pengetahuan, memberi hikmah, memberi inspirasi untuk berbuat dan berkarya.
Munkin buku yg semacam itu banyak didapatkan. Dan sudah semestinya seperti itu, adanya sebuah buku.

Ini laen. Beda. Sebuah buku yg sering dikaji. Dan selalu dikaji, serta akan terus ditelaah. Berulang-ulang. Tidak habis ilmu/manfaat yg diperoleh darinya. Senantiasa ada hal baru yg didapat ketika membacanya kembali.
Semua (bidang) ilmu terangkum dan cocok dengannya. Dari sosialnya, politik, ekonomi, budaya, ideology, keamanan/pertahanan, sains, sampai hal kenegaraan. Menjelaskan masalah yg lalu. Menjadi bukti pada masa sekarang. Sebagai pegangan untuk rencana ke depan.

Banyak orang yg tersadar akan hidupnya, bangkit dari kejatuhannya, kembali dari jalannya yg sebelumnya menyimpang, insaf dari kesalahannya, setelah berinteraksi dengan buku ini. Terkadang hanya karena (setelah) mendengar suara orang yg membaca buku ini; dari orang yg membaca dengan kejujurannya. Terkadang, itu terjadi ketika dia membacanya sendiri, dengan hati beningnya.

Makin menakjubkan lagi, ketika (ternyata) tidak sedikit orang yg mau menghafal buku ini. Tidak sekadar menghafal hanya tau isinya. Benar-benar menghafal. Sampai-sampai pada titik komanya. Tidak ada yg terlewat sedikit pun. Hingga mereka akan tau, ketika ada orang yg keliru dalam membaca tulisan buku ini.
Orang-orang (yg menghafal) ini bukanlah orang gila. Hanya karena menghafal sebuah buku. Menghafal persis sama sekali. Pleg. Ga kurang ga lebih. Mereka bukanlah orang yg gila, yg kurang kerjaan. Buku ini memang menakjubkan. Bagi orang yg menghafalnya (dan menjaganya), akan mendapatkan kebaikan-kebaikan dan manfaat lainnya. Tidak ada buku lain yg seperti ini, yg membuat orang mau menghafalnya, seluruh isinya.

Kita semua sebenarnya sudah ngga asing dengan buku ini. Al-Quran. Ya inilah ‘buku’ yg dimaksud. ‘Buku’ yg amat menakjubkan. Yg banyak manfaatnya, bermutu, terjamin kualitasnya. Hanya sayang, banyak dari kita yg melalaikannya.
‘Buku’ yg amat menakjubkan. Yg jarang ato ga pernah disebut buku (dlm bahasa kita, Indonesia).

Dzaalikal kitaabu laa roiba fiih... itulah al-kitab (Al-Quran), tidak keraguan padanya...

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk dzikir (pelajaran / diingat), maka adakah orang yang mengambil pelajaran? [Al-Qamar: 17]

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. [Al-Hijr: 15]

Thursday, June 14, 2007

Mutasi... mutasi...

Demikian salah seorang teman chatting-ku akhir-akhir ini sering memulai sapaannya. Dia mengingatkan sekaligus bertanya bagaimana perkembangan/informasi tentang mutasi di instansi kami. Kami memang lagi sama-sama menunggu hal ini, walo kami berada pada direktorat yg berbeda. Mutasi memang sering menjadi tema yg seru untuk diobrolkan. Kebetulan instansi tempatku bekerja lagi ada perubahan organisasi, dan membuka beberapa kantor cabang baru di daerah-daerah. Teman-teman di kantor pun sekarang lagi dalam kondisi harap-harap cemas, menanti kepastian akankah mereka terkena mutasi??? Mutasi ke mana??

* * *
Mutasi, pindah ke tempat lain dalam rangka pelaksanaan tugas (termasuk di dalamnya promosi, naik menduduki jabatan tertentu), sesungguhnya adalah sesuatu yg lumrah terjadi. Apalagi pada instansi pemerintah yg memiliki kantor-kantor operasional di daerah-daerah. Wajar adanya. Bahkan boleh dikata itu merupakan tuntutan, yg mesti dilakukan agar organisasi tersebut terus bergerak. Supaya dinamis. Oleh karena itu wajar pula jika instansi tersebut merencanakan & melakukannya secara berkala.

Dari sisi orang/pegawai yg mengalami mutasi pun, sebenarnya banyak manfaat yg bisa diambil. Dia akan mengetahui budaya-budaya tempat lain, kebiasaan-kebiasaan di daerah baru yg sangat mungkin berbeda dg daerah yg sebelumnya ditempati. Termasuk juga akan tahu bagaimana karakter umum orang-orang daerah tersebut. Dia akan makin terlatih menghadapi berbagai persoalan baru, baik dalam pelaksanaan tugas/kerjanya maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Dan biasanya, dengan makin beragamnya orang yg dihadapi, maka kearifan dan kebijaksanaannya akan makin terasah.

Pada kenyataannya, terkadang pelaksanaan mutasi menyertakan/menyisakan pertanyaan-pertanyaan akan “keadilan” / kebijakan mutasi yg diberlakukan. Kenapa si A yg baru beberapa tahun sudah dipindah, sementara si B yg telah bertahun-tahun qo’ belum dipindah? Kenapa si C yg minta pindah dg alasan lebih kuat (karena sakit, misalkan) tidak dikabulkan, sementara si D dg alasan ala kadarnya malahan dikabulkan permohonan pindahnya? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yg sejenis sering muncul. Maka tidak heran, kalo akhirnya faktor kedekatan dg pegawai bagian mutasi (ato pejabat lainnya) dan adanya pelicin/imbalan, diduga menjadi sebagian dari faktor penentu terjadi ato tidaknya mutasi seseorang.
Memang sih, di sisi lain kita juga harus mengakui bahwa mengelola mutasi terhadap sekian banyak orang pegawai tidaklah gampang dan sederhana.

Aku (kami, keluarga) sendiri sebenarnya termasuk orang yg enjoy aja menghadapi mutasi. Mo mutasi ke mana aja, sebetulnya aku siap (heheheheh...bukannnya nantang lho, ini). Alhamdulillah ada kemudahan buat aq untuk mencari kenalan di tempat baru, melalui jaringan perkawanan yg ada. Keyakinan bahwa mutasi tersebut termasuk yg terbaik yg Allah berikan kepada kita, juga akan menambah ke-enjoy-an kita menghadapi mutasi. Ditambah lagi dengan keyakinan bahwa sebenarnya banyak yg bisa kita lakukan di tempat yg baru, kegiatan yg bermanfaat.
Sesungguhnya semua tempat di bumi ini adalah milik Allah. Di sana ada manusia lain, yg sama-sama saling membutuhkan, yg juga bisa saling memberi manfaat.

Namun, harus dimaklumi, bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan cinta pada hal-hal tertentu. Salah satu di antaranya adalah cinta akan kampung halaman. Dan ini menjadi salah satu alasan tersendiri bagi seseorang untuk akhirnya berharap apakah dia tetap di tempat (tidak mutasi) atau pindah ke tempat baru. Wajar kalo seseorang berharap bisa kembali ke kampungnya, betapa pun sederhana (ato rame, ato kumuh, ato ...seperti apalah) kampungnya. Tempat yg penuh dengan kenangan, apalagi kalo di sana ada ortu yg masih hidup, sanak sodara, dll.
Naah...demikian pula dengan aku. (o alaah, ...ujung-ujungnya begini, tho? ...jadi tnyata dirimu sendiri lagi pengin balik kandang, nih...???) Heheheheh...bgini temen-temen, sekali lagi, ini adalah keinginan yg wajar (& sebenarnya ada alasan-alasan, pertimbangan-pertimbangan, mengapa kami berharap demikian). Dan, aku tetep konsisten qo’ dengan kesiapan mutasiku di atas (enjoy, man...).

Apa pun yg terjadi, itu adalah yg terbaik. Apa yg telah Allah takdirkan, tidak akan luput dari kita. (Tapi) Selama itu belum terjadi, kita masih bisa berusaha & berdoa untuk memilih takdir lain yg kita harapkan. Ya, ngga’??

Friday, June 8, 2007

Aku pengin ini! Yg laen, ga’ boleh pake...

Tulisan ini bermula dari temen di sebuah milis yg curhat tentang salah satu dari tiga anaknya. Kukira ini adalah satu fenomena yg biasa dan sering terjadi pada anak. Dan mungkin juga ini adalah suatu fase (?) yg mesti dilalui seorang anak –saking banyaknya anak yg kulihat pernah berperilaku seperti ini. Tapi, mungkin (hmm...”kayaknya” pasti, dink) juga boleh dikata bahwa pada diri tiap orang mempunyai dasar/potensi sifat demikian. Ya,…setiap orang. Setiap makhluk yg bernama manusia. Dan akan makin terlihat ato gampang terlihat pada manusia kecil yaitu anak-anak, ato … manusia dewasa … yg bersifat kekanak-kanakan. Walo juga, potensi seperti ini–menurutku– ga perlu sampe harus dihilangkan. Cukup dikendalikan.

Jelasnya piye tho, iki [baca: gimana tho, ini]... qo’ masih misterius. Okey, ini aku kutipkan imel dari temen yg curhat tadi. Aku kutip seperlunya, dan aku ubah/lengkapi redaksi kalimatnya seperlunya juga, insya Allah tanpa mengubah maksudnya...

... anak yg pertama (6 th) th ini masuk SD , yg ke-2 masuk TK (4 th) .. dan yg ke-3 (2 th) masuk play group.. Selain yg formal2 .. kami juga memberikan tambahan pelajaran di rumah... Masalah tebesar adalah anak ke-2 (? tertulis demikian…)...selain sering ikutan belajar bersama kakaknya yg setingkat TK.. di playgroupnya, dia sudah tidak tertarik lagi dg pelajaran di sekolahnya. . Krn kita lihat memang kemampuan anak ke-2 saya jauh di atas rata-rata anak seusia dia (hanya baca dan tulis saja yg belum mau/bisa, ... tp utk ketrampilan gunting, tempel, menggambar .. sudah setingkat anak yg mau masuk SD)... hanya saja ... kelakuannya itu mau seenaknya sendiri .. selalu minta diprioritaskan, …kalau tidak, bakalan ngamuk ...Bertiga mereka belajar dg buku dan peralatan yg sama, tapi ada-ada saja ...yg katanya milik dia lebih jelek lah, atau pengen yg punya adik/kakaknya. . Dan caranya selalu merebut, bukannya meminta baik-baik... bagaimana ya caranya utk mengimbangi emosinya...
bahkan kalau sedang belajar komputer semua orang tidak boleh ikutan.. dia yg pegang kendali ...yg laen jadi penonton..
yg laen udah ngalah dan lihat TV... eeh direbutnya pula TV.. sampai kita2 bingung.. apa sih maunya anak ini.. kok usia segitu masih AKU AKU dan AKU ....

Nah, berikutnya adalah sharing yg bisa aku berikan...

Ini hanya sekadar sharing, munkin ada yg bisa diambil manfaatnya.
Karena aku yakin tiap anak punya keunikan masing-2. Sangat munkin 2 atau lebih anak yg memiliki kasus serupa, tapi ternyata perlu penanganan yg berbeda.

Dulu anakku yg kedua kurang lebih juga berperilaku –sebagiannya seperti anak di atas. Kalo kakak dan adiknya main, sering dia usilin. Apa yg mereka mainin, dimintanya; begitu pula kalo dah ganti mainan, dia ikut ganti juga. Bahkan tidak jarang, tanpa sebab apa pun, tiba2 dia "mukul" adiknya, ... suka ngusilin deh pokoknya. Sampe2 kami (ortunya) juga khawatir kalo2 ini gejala autis; dianya emang sangat aktif (alhamdulillah, autis sih, engga’).

Singkat ceritanya nih, alhamdulillah.. sikapnya yg kayak gituan sekarang dah mereda. Di antara yg kami lakukan terhadapnya adalah kami coba untuk selalu bisa menghadapinya secara wajar; maksudnya tanpa banyak penekanan/pressure terhadap dia, misal maksain dia harus begini, jangan begitu. Tidak terpancing ikut emosi melihat kelakuannya. (emang, sih ... marah kadang ga’ bisa ditahan2, walo penginnya ga’ mo marah. ya, mas Aar?)
Kami berusaha melakukan komunikasi yg lebih "setara" dg dia; sebisanya kami tidak memposisikan diri sebagai "raja/ratu" yg serba tau apa yg terbaik baginya dan oleh karenanya dia harus mengikuti kami. Kami coba berdialog dengannya secara baik2, ... kenapa dia berlaku seperti itu, maunya apa? Lalu coba kami cari/tawarkan alternatif2nya. Kalo pun ternyata dia belum mau,... ya udah kami (termasuk kakaknya) mengalah dulu, beri dia kesempatan untuk menggunakan/memainkan apa yg akan/sedang kita pakai (dg tetap menjaga keamanannya, misalkan waspada terhadap barang2 yg mudah rusak ato berbahaya).
Dan ketika kami berpindah ke aktivitas lain, ternyata dia ngikut juga, dan ngga mau ngalah juga,.. kadang kami (sekali lagi, bersama kakaknya) sepakat aja untuk niggalin dia, ngga nglakuin apa2, ... untuk "mengucilkan/ menghukum" dia. Tapi "pengucilan" ini biasanya ngga lama, dia biasanya pengin bergabung juga.
Atau kami coba cari/alihkan ke kegiatan lain yg lebih bisa dilakukan bersama-sama. Biasanya sih mengambil/membaca buku2. Setelah beginian, biasanya dah mulai normal. Apa yg mo kami lakukan dah mulai bisa dikerjakan kembali.
Memang hal ini kadang tidak mudah dilakukan, dan tidak bisa sekali jalan terus langsung jadi/berhasil. Semuanya berproses, perlu pembiasaan. Perlu waktu.

Selain cara seperti tadi, melalui aktivitasnya di TKIT yg dia ikuti, alhamdulillah hal itu juga turut memberi perubahan kepadanya. Dengan masuk ke TK, dia jadi punya aktivitas lain/baru, punya/bertambah teman2 lagi. Ada interaksi yg laen: dengan temen2nya atau gurunya. Itu semua merupakan masukan dan pengalaman yg bagus buat dia. [Dan ini yg menjadi salah satu alasan kenapa dia belum homeschooling seperti kakaknya –walo dia sendiri juga pengin/iri– yaitu karena "keaktifan" dia yg seperti itu. Kami khawatir malah "mengganggu" proses homeschooling yg baru kami mulai bersama kakaknya.]

Naah... (ternyata) sekarang gantian adiknya yg mulai mengalami/melakukan hal seperti itu. Apa yg kami/kakak2nya lakukan, biasanya dia ikut nimbrung, ... minta agar dapat bagian/berperan, trus ... dia kuasai. Kami pun kembali coba mendekatinya dengan cara tadi.
Heheheheh...muter lagi, nih... :D

Nampaknya –mengulang seperti yg dah ku tulis di depan– hal seperti ini memang bisa jadi merupakan sebuah fase yg lumrah dilalui anak2. Walo antara satu anak dg yg lainnya berbeda, baik dalam hal bentuk perilaku (keegoannnya) atau lama jangka waktunya. Bagaimana dengan anak anda? Anak2 di sekitar/lingkunagn anda?

Setiap anak memang unik. Dan kita sebagai orang tua memang mempunyai peranan untuk menjadi teman bermain dia, sahabat untuk saling berbagi cerita, guru yg memberikan arahannya dengan bijaksana, dan sebagai orang tua yg menjadi tempat yg teduh buat dia berlindung.

Monday, June 4, 2007

Ntar, Bi, kita masih mau maen lagi, nich...

Libur tiga hari kemarin, kami manfaatkan sebaik-baiknya, dengan segala kondisi yg ada. Alhamdulillah ini menyenangkan, terutama buat anak-anak.

Salah satunya adalah silaturahim ke rumah temen kantorku. Rumahnya tidak terlalu jauh dari lokasi Wana Wisata (kami sempat singgah di sana sebelum silaturahim), di daerah Kilo 5. Pak Syachran –temen kantorku ini– termasuk temen lamaku. Sebelum ada penggabungan kantor pada tahun 2002, aku sudah satu kantor bersamanya sejak 1996. Rumah kami memang agak berjauhan. Aku sudah lama tidak berkunjung ke rumahnya.
Tentu, silaturahim kami disambut sangat gembira oleh keluarganya. Cerita masa lalu pun –ketika di kantor lama– “diputar” kembali, biasa … dua temen yg dah lama ga’ ketemu (saling berkunjung). Sebagai orang tua, yg mempunyai anak, saling tukar pengalaman dan info pun terjadi.
Anak-anak pun demikian. Mereka –yg sebenarnya belum begitu saling mengenal sebelumnya– menikmati kebersamaan itu dengan bermain bersama. Namanya anak-anak, asal ketemu, ...apalagi ada mainan, ’dah deh. Rame, ...istilah Pekalongan-nya: rahat. Kalo pun terjadi saling rebutan mainan, itu dah lumrah. Alhamdulillah mereka gampang akrab.

Silaturahim memang bermanfaat. “Murni” silaturahim, tidak dengan embel-embel (sebenarnya ada kepentingan) mau berbisnis, misalkan.
Orang yg kita silaturahimi biasanya akan sangat senang Bahkan mereka biasanya berterima kasih karena kita telah menyempatkan diri, sudi mengunjungi rumah mereka. Walaupun kadang harus “kerepotan” karena kita tidak memberi tahu sebelumnya, mereka tetap gembira menghormati kedatangan kita, menjamu sekadarnya.
Jamuan yg mereka hidangkan buat kita adalah rezki tersendiri buat kita. Hehehe... jadi jangan selalu ngebayangin kalo rezki itu harus berupa uang. Rezki makanan tadi pada hakikatnya (ups! pake istilah ‘hakikat’ sgala...sok serius, nich) tetaplah dari Tuhan, walaupun mereka yg memberi. Tidak jarang juga, dari obrolan-obrolan dalam silaturahim itu, salah satunya akan ada informasi peluang usaha. Ini akan menjadi (peluang) rezki berikutnya. Ya, kan?
Adalah hal yg biasa, dalam silaturahim kita akan saling bercerita tentang (perkembangan) keluarga kita. Dari bermacam-macam sisinya, dari soal anak-anak, pendidikan, pekerjaan, (kontrakan) rumah, sampe lingkungan sekitar rumah. Kita jadi lebih saling mengenal lagi.
Nah, kalo kita sudah ngomongin hal keluarga, satu poin lain yg jarang kelewatan yaitu adanya (sharing) masalah yg dihadapi. Yaa... namanya keluarga, mesti ada lika-likunya. Melalui media silaturahim, alternatif-alternatif solusinya sangat mungkin kita dapatkan. Bahkan, terkadang bukan hanya menjadi alternatif solusi, malahan bisa jadi itulah solusi yg selama ini kita nanti-nantikan.
Tidak dipungkiri juga, bahwa silaturahim akan menambah eratnya jalinan persaudaraan. Termasuk juga, jika ada permasalahan yg terjadi di antara keduanya, sarana ini akan membantu mencairkan suasana tidak kondusif tersebut. Persaudaraan ini akan terus berkesinambungan ketika anak-anak kita melanjutkan tradisi ini.

Begitu indahnya silaturahim, ketika dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kelapangan dada. Anak-anak pun sering kali minta agar bisa lebih berlama-lama lagi ketika diajak untuk pulang. “Bi, ntar aja pulangnya. Kita masih mau maen-maen lagi, nich” ujar mereka waktu aku ajak pulang.
Bagaimana pun kami mesti pulang. Dan, memang...akhirnya kami pun pulang, walau anak-anak masih betah dan pengin terus bermain bersama.

Oh ya, terakhir...satu hal lagi dari silaturahim, biasanya ketika mo pamitan nich, adalah saling mendoakan. Sesuatu yg kadang terasa biasa. Namun, sejatinya orang yg didoakan sungguh akan merasakan kenikmatan tersendiri; mendapatkan tambahan modal kepercayaan diri, optimisme. Sebuah harapan terbangun kembali.

Siapa saja yg menyukai untuk mendapatkan kelapangan rezki dan panjang umurnya, hendaklah ia suka/menyambung silaturahim.

Sungguh, (termasuk) sebaik-baik kebajikan adalah seseorang yg menyambung tali persaudaraan dengan kenalan ayah (orang tua)-nya.

Thursday, May 31, 2007

Apalah Arti Sebuah Nama?

Saatnya: ZUZAZU...

Hari ini adalah hari terakhir di bulan ini pada tahun ini (hehehe...istilahnya ’yak apa ajah). Aku sengaja menghabiskan bulan ini –sebagai bulan pertama ’on air’nya blog ini– dengan menulis berbagai pengantar. Dan inilah gong-nya, ... puncaknya.

* * *

Apalah arti sebuah nama? Kata-kata yg terkenal; kadang ada pro-kontranya. Umumnya sih, orang kasih nama tuh, mesti ada artinya. Maksudku, ketika dia memberi suatu nama mesti ada latar belakang, atau alasan, atau harapan, ... emm... paling ga’ ada semangat yg mengiringi dia waktu itu. Ya, ngga? [ya, ga seh.... heheheh...maksa!]. Nah, untuk mengakomodir orang-orang seperti itu, yg menanyakan 'kenapa sih, nama blognya zuzazu? apa maksudnya? apa artinya? dst...' maka tulisan ini dibikin.


zuzazu. Zu pertama Zufar, lengkapnya Zufar Abdur Rauf (9 th). Kadang dipanggil Jupal, Yupal, ato Zoofanc (yg ini kadang ta' pake sebagai nickname/id-ku). Anak pertama. Sempat sekolah hingga kelas 3. Memasuki kelas 4, setelah masuk beberapa bulan, dia keluar, dan (kami) lebih memilih untuk homeschooling. Relatif enam bulan ini sudah, berjalan HSnya. Masih perlu banyak perbaikan dan terus berproses. Sekarang dia lagi suka berenang, dan mulai ikut-ikutan pengin bikin blog, hehehe ... ngikutin abinya (Bi, ajarin abang bikin (blog) internet kayak, Abi, donk..” katanya). Jadilah dia membuat karyanya.

zuzazu. Za kedua Zahron, lengkapnya Muhammad Zahron (6 th). Kadang dipanggil Aron; ada juga (duluu..) 1 orang yg manggil Ayonk. Anak kedua. Kata orang-orang dia lebih ‘sosial’ dibanding kakaknya, enak bergaul atau diajak bergaul. Tapi dia (dalam perkembangan sementara ini) kadang ga’ terduga, misal ... tiba-tiba marah, atau nggangguin adiknya tanpa sebab. Dia sekarang masuk TK A (TK kecil). Sebenarnya dia juga pengin untuk sekolah/belajar di rumah aja kayak abangnya. heheheheh...terang aja, dunk...ngiri liat abangnya sering main di rumah. Cuma kami belum mengizinkannya, bisa (nge)repot(in) nanti, kalo diizinkan sekarang. Biarlah dia ke TK dulu sambil meredakan sikap/tindakan 'tidak terduga'nya. O ya, kalau Zufar suka dipanggil dengan sebutan Abang, dia minta dipanggil dengan sebutan Mas ajah. Jadinya kita biasa manggilnya Mas Aron, Mas Zahron. Foto-foto lainnya ada di sini.

zuzazu. Zu ketiga Zuhair. Lengkapnya Abbas Hasan Zuhair (2,5 th). Kadang dipanggil Yu’el. Paling digemesi ama orang, nih... untuk saat ini. Biasalah, gantian dengan kakak-kakaknya, karena yaa...masih kecil, imut, lucu... Nah, beda dengan kakak-kakaknya, dia nih ga’ ikutan pake imunisasi. Pake herba aja. Umminya dah biasa konsumsi herba (setelah mengenal konsep herba) sejak dia (sang Ummi) hamil. Dan sejak lahir juga, dah biasa dia (kali ini maksudnya ke Yu’el, ya...hihihi) dikasih herba: madu atau yg laennya. Alhamdulillah sampai sekarang sehat-sehat ajah, dia masih bertahan sebagai yg ’tergemuk’ di antara sodara-sodaranya. Sekarang dia ngomongnya belum sempurna. Potongan suku kata terakhirnya aja yg jelas: ..wat bang, maksudnya (ada) pesawat terbang, contohnya tuh.

Ngomong-ngomong soal nama (panggilan) yg pake huruf ’zet’ (Z) semua, sebenarnya agak kebetulan ajah, .. ga’ direncanain sejak awal. Pertama ngasih nama Zufar, yaa...kira-kira hanya asal cari nama yg masih jarang dipake orang lah, ... cari di buku nama-nama bayi. Akhirnya ketemu & disepakatinya pake nama Zufar itu. Lalu, anak kedua, ... kebetulan kami tertarik ama gurunya Hasan Al-Banna, kita pake namanya: Muhammad Zahron. Yg ketiga ... akhirnya ngikut aja, ... yaa.. pake nama yg ada ’zet’nya deh, sekalian. Hehehehe, gitchu..

Wednesday, May 30, 2007

Apakah Tidak Lebih Baik Seperti Ini Saja?

Sesungguhnya mewujudkan masyarakat atau peradaban yg baik merupakan proyek yg besar, tidak kecil. (walaupun aku tidak menyebutkan secara spesifik ttg masyarakat/peradaban yg baik itu –maaf ya, untuk itu– namun secara umum bisa dilihat dari hal-hal kebaikan & harapan yg secara universal kita dambakan bersama, baik dari sisi pendidikan, kesejahteraan, sosial, maupun keamanannya) Proyek besar itu tentu mustahil untuk dikerjakan sendiri oleh pihak tertentu, baik perorangan maupun lembaga. Semua pihak harus terlibat/dilibatkan dalam proyek ini. Ini adalah untuk kebaikan dan kebahagian semua, bahkan tidak hanya untuk para pelakunya, untuk pihak yg tidak mau terlibat pun akan mendapat berkah/manfaatnya ketika proyek ini berhasil dijalankan.

* * *
Sekali lagi, semua pihak harus terlibat. Pun, sampai kepada unsur terkecil di masyarakat, yaitu keluarga, bahkan perorangannya. Semuanya harus berkontribusi, membangun bersama.
Duh, senengnya, ya...kalo hal demikian terjadi. Kebayang, kan...hidup akan nyaman, hidup akan aman. Hehehe...ternyata hal demikian tidak terjadi, kayaknya tidak akan terjadi (segampang itu), deh. Sudah “aturannya” bahwa manusia itu diberi potensi untuk mengetahui kebaikan dan keburukan. Secara normal setiap orang akan mengetahui –dengan akal sehat dan hati jernihnya– kebaikan itu apa, kebaikan itu mana. Sebaliknya dia juga tahu, apa itu keburukan, mana keburukan itu. Dan semestinya, dia akan memilih kebaikan karena tahu (pasti) ada manfaatnya. Dia ambil kebaikan itu, dia buang keburukan yg ada. Dia lakukan kebaikan itu dan dia tinggalkan keburukannya. Nyatanya…tidaklah mudah. Banyak hal yg indah, kesenangan, dan kemudahan yg dilihat manusia, (seolah) melingkupi dan mengelilingi keburukan tadi. Dengan hiasan seperti itulah, banyak orang yg akhirnya lebih memilih keburukan ketimbang kebaikan. Kebaikan-kebaikan itu –yg akhirnya tidak mereka pilih– dalam penglihatan mereka penuh dikelilingi oleh kesulitan, kepayahan, dan hal-hal yg tidak menarik.
“Kelakuan”/fenomena semacam ini tidak hanya terjadi pada manusia secara perorangan, namun juga pada mereka secara kumpulan, komunitas, lembaga. Inilah sunnatullah. Inilah pertarungan yg akan selalu terjadi selama manusia itu ada di dunia ini.
Inilah dunia, Mas/Mbak...

* * *

Pada dunia seperti inilah proyek besar di atas akan dibangun. Dan itu harus dilakukan oleh banyak pihak, kalau tidak semua pihak. Mungkinkah itu? Percayalah, optimis, bahwa itu tetap bisa dilakukan. Ya, tetap akan bisa dilakukan, walau di tengah-tengah kondisi demikian.
Lakukanlah mulai dari diri kita sendiri, mulai dari yg kecil-kecil yg kita mampu, dan jangan tunda-tunda, lakukan sekarang juga. Mulailah melangkah. Langkah panjang kita untuk proyek besar itu harus dimulai dari satu langkah pendek untuk menyelesaikan bagian kecil darinya. Semua harus turut berusaha. Mulai dari unsur terkecil di masyarakat: keluarga hingga tingkat kelembagaan besar yg ada.
Namun, hal ini tidak boleh berhenti sampai poin ini saja. Masing-masing pihak melakukan dan mengambil langkah kebaikannya sendiri-sendiri. Masing-masing merasa telah memberikan kontribusinya, tanpa mau peduli dengan pihak lainnya, baik yg sama-sama memberikan kontribusi maupun yg hanya berdiam diri atau bahkan malah menggerogoti proyek itu. Harus ada komunikasi, dialog, saling mengoreksi, dan saling mengingatkan di antara semua pihak. Dengan kondisi manusia yg mempunyai kecenderungan seperti di atas terhadap kebaikan & keburukan, ditambah lagi bahwa mereka itu tempatnya salah dan lupa, maka komunikasi dan saling mengingatkan ini adalah satu keniscayaan adanya.
Komunikasi dan saling mengingatkan ini adalah sesuatu yg baik. Maksudnya untuk mengembalikan sesuatu pada relnya; agar semuanya tetap mengarah dan menuju pada sasaran yg telah disepakati. Akan tetapi, proses ini pun harus dilakukan dengan bijak. Manusia (termasuk anak-anak di dalamnya) tetaplah manusia, yg mempunyai akal, juga mempunyai perasaan. Ketika dia/mereka keliru, melakukan suatu kesalahan, tunjukkan dan ingatkanlah dengan kearifan. Seringkali mereka tidak mau disalahkan –walau mereka tahu sebenarnya bersalah– hanya karena cara komunikasi/proses mengingatkannya kurang tepat. Kurang tepat kata-katanya, waktunya, atau tempatnya. Mereka butuh kemanusiaannya tetap dimanusiakan. Ini tentu tanpa bermaksud meniadakan proses pengingatan yg lebih “tegas”. Sekali lagi, pengingatan ini tetap dengan memperhatikan ketepatan kata, waktu, & tempat, seoptimal yg kita mampu.
Penekanannya di sini adalah, kadang kita terlalu over dalam mengingatkan [kalau bukan menyalahkan] orang/satu pihak. Alih-alih dia mau menerima pengingatan kita, dia malah melawan dan bisa makin menjadi-jadi dalam kesalahannya. Maka, model pengingatan “apakah tidak tidak lebih baik seperti ini aja?” dan sejenisnya, dengan tetap membuka ruang bagi dia untuk memberikan argumen/penjelasan terhadap tindakan/kesalahannya, kadang lebih sesuai dengan kemanusiaannya.

Emang susah jadi manusia, hehehe... betul ga sih, celetukan ini?

Monday, May 28, 2007

"Mau mbangun (rumah) kah, Mas?"

Sinergi Itu...


Dengan logat khas orang sini, teman kantorku bertanya ketika melihat header blogku. Ya, dianya memang belum akrab dengan internet/blog, jadi wajar aja pertanyaannya itu. Dan aku nanggapi seperlunya aja.

Ketika kuangkat tentang keluarga sebelum ini, tentunya tidak lantas harus disimpulkan bahwa “penentu” terjadinya sebuah masyarakat atau peradaban yg baik hanyalah bergantung pada faktor keluarga saja. Tidak demikian, bukan? Keluarga cuma salah satunya. Semua unsur yg ada pada sebuah peradaban tentunya mengambil & mempunyai peranannya masing-masing.
Setiap orang (manusia) pun -tidak hanya dalam kumpulan yg disebut keluarga- mempunyai peranan. Karena sesungguhnya dari pribadi-pribadi inilah suatu keluarga terbentuk. Dan setiap orang tidak hanya berada dalam satu lingkungan yg disebut keluarga, namun dia juga punya lingkungan/komunitas lain yg bernama kantor, sekolah, pasar, atau yg lainnya. Setiap lingkungan dan komunitas tadi lagi-lagi punya peranan juga untuk terwujudnya peradaban yg diidam-idamkan.
Tidak hanya itu, bahkan sesungguhnya semua makhluk/benda yg ada di alam ini mengambil perannya masing-masing. Dari airnya yg banyak dibutuhkan oleh manusia & tetumbuhan, dari tumbuhan & hutannya sendiri, beragam binatang yg ada, dan lain-lain…semuanya punya peranan. Begitu kompleksnya, memang. Dan semuanya harus memfungsikan perannya dengan baik sehingga terjadi keharmonisan. Semuanya harus bergerak secara sinergis.

Yg perlu kita (ketahui dan) ingat kembali adalah “posisi” dari masing-masing unsur tadi dalam melakukan peranannya. Bahwa selain manusia, semua makhluk/benda yg ada di alam ini akan memainkan perannya sesuai fungsi mereka masing-masing, tidak akan ada yg keluar dari fungsinya. Pasti, akan sesuai dengan insting & karakteristik mereka yg secara normal tidak akan berubah-ubah. Air, misalnya, selalu akan bergerak ke tempat yg lebih rendah. Dia tidak punya pilihan lain selain itu. Dia juga akan “membagi” dirinya ketika tempat yg menampung dirinya sudah tidak mencukupi; dia mesti akan meluber/melimpah (banjir) ke tempat terdekatnya. Demikian seterusnya kelakuan setiap makhluk/benda di alam, di luar manusia. Mereka akan berjalan secara alami, natural. Mereka tidak punya kemampuan mengendalikan diri, memilih keputusan yg lain selain yg sudah menjadi karakternya. Mereka hanya mencari keseimbangan, mencari “keharmonisan” yg baru ketika keseimbangan yg ada di sekelilingnya berubah.

Adapun dengan manusia, berbeda dengan mereka tadi. Satu karakter/potensi yg dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh mereka adalah kemampuannya untuk memilih. Konsekuensi dari adanya kekuasaan memilih ini, tentunya adalah ketika pilihannya sejalan dengan karakter/fungsi makhluk lainnya maka akan menjaga keseimbangan dan keharmonisan yg telah ada. Sebaliknya ketika pilihannya tidak sejalan dengan fungsi makhluk lainnya maka akan mengganggu & mengubah keseimbangan yg ada, & selanjutnya yg akan terjadi yaitu makhluk-makhluk lain akan turut menyesuaikan, mencari keseimbangan baru.
Secara sederhana, yg terjadi pada manusia adalah dia memiliki kemampuan untuk memilih. Dan pilihan itu adalah antara kebaikan dan keburukan. Dan secara manusiawi, dari hati kecilnya, manusia tahu akan kebaikan. Dan tahu bahwa dia semestinya memilih kebaikan itu, agar (terus terjaga) terjadi kebaikan-kebaikan berikutnya. Namun, kita juga tahu, bahwa ternyata hal-hal yg buruk itu banyak dikelilingi dan dihiasi dengan keindahan-keindahan, sehingga banyak yg lebih memilih keburukan dibanding kebaikan. Dengan berbagai alasan (yg dicari-cari).

Kembali kepada keluarga. Di sinilah salah satu faktor yg sangat penting & menentukan untuk wujudnya manusia-manusia yg bisa mengambil pilihan-pilihan yg sinergis tadi. Keluarga yg sehat, yg peduli dengan semua anggota keluarganya. Di sinilah pendidikan awal kali diberikan. Dan di sinilah sebenarnya dasar/modal pendidikan itu akan banyak diberikan & sekaligus didapat.
Dan...dalam pengertian seperti inilah, blog ini megambil header sebagaimana tercantum di atas. Keluarga, sebagai satu titik di antara banyak titik dalam satu garis yg menuju ke suatu arah.

* “Jadi, sebenarnya aku ga lagi mbangun rumah, Mba… Klo itu mah, perlu banyak batu bata, atuuh...” hehehe… ;-) *

(Tuhan) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada (setiap) ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? [Al-Mulk:3]

...kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun secara terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. [Ali Imron:83]

Makanlah olehmu dari rezki yg (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur). [Saba’:15]

Tuesday, May 22, 2007

keluarga


Nih, sekadar untuk mengingatkan kita akan nilai sebuah keluarga. Kadang kita yg sudah berada di dalam keluarga ini –baik sebagai anak, saudara, ortu (apalagi), ato yg laennya– hanya menikmatin jalannya keluarga ini apa adanya. Tanpa menyadari betapa penting perannya sebuah keluarga dalam satu masyarakat (ato yg lebih besar/luas dari itu). Coba simak beberapa pernyataan berikut, yg tidak mustahil sudah biasa kita dengar/ketahui:
Hasan al-Banna dalam sebuah tulisannya menyebutkan bahwa keluarga adalah miniatur umat/masyarakat. Jika sudah terbangun keluarga-keluarga yg shalih/sehat, umat pun akan menjadi shalih.

Sebuah gerakan dakwah ada yg memberikan arti keluarga sebagai lembaga terpenting dalam proses pembentukan dan perbaikan kepribadian individu, masyarakat, dan bangsa

Sekali lagi, itu adalah hal yg sudah kita ketahui bersama (yg belum tau, yaa... barusan dah tau, kan..) tapi banyak orang yg ‘tidak sadar’ lagi akan hal (nilai sebuah keluarga) tadi ketika menjalani/menikmati berjalannya keluarga itu,...dah pokoknya mengalir,... gak peduli kayak apa & ke mana jalannya. Yg penting, perut (smua anggota keluarga) terisi, anak2 bisa sekolah, bisa main, dst...

Gambaran gimana pentingnya peran sebuah keluarga ini lebih bisa kita liat lagi pada ungkapan yg diberikan oleh kawan saya, bu Ines. Saya kutipkan selengkapnya, ya...
Keluarga adalah Aset Bangsa
Setiap keluarga adalah penting
Setiap keluarga memiliki potensi baik
Setiap keluarga memiliki peran membentuk kualitas bangsa
Setiap keluarga adalah berharga

Jangan pernah lagi berkata "kita cuma keluarga kecil yang tidak berdaya" karena ibarat mahakarya gambar digital yang tersusun dari pixel-pixel kecil, kita adalah pixel-pixel penting penyusun bangsa.

yuk, berdayakan keluarga kita

Tuesday, May 15, 2007

sabar...

assalamu'alaikum sahabat,

terima kasih telah berkunjung ke rumah online ku
maaf, kalo masih belum terisi
semoga dlm beberapa hari ini tulisannya dah bisa di-posting

'tur nuwun :-)

wassalam