tulisannya mas Akmal, nih
Bagus buat pengetahuan dan pemahaman kita tentang konflik Palestina
* * *
Mengapa Kita Tidak Perlu Mendukung Palestina (dan Bantahannya)
assalaamu’alaikum wr. wb.
Konflik di Jalur Gaza belakangan ini memunculkan wacana yang sangat menarik. Barangkali baru sekaranglah orang-orang bisa mengungkapkan pendapatnya secara lugas, bahkan dengan resiko dikucilkan dari pergaulan sesama Muslim. Di Indonesia, sebagian umat Muslim pun tidak canggung untuk menyatakan ketidaksetujuannya terhadap usaha-usaha mendukung Palestina. Artikel ini insya Allah akan membantahnya dengan cara sebaik mungkin.
Hak Historis Bangsa Yahudi
Ini adalah argumen ‘standar’ untuk membenarkan pendirian negara
Argumen ini sebenarnya sangat lemah, karena pada jaman Nabi Ya’qub as., agama Yahudi belum lagi ada. Bani Israil adalah nama yang diberikan kepada keturunan beliau, namun nama itu baru dikenal setelah masa kehidupannya. Tambahan lagi, Nabi Ya’qub as. dan keluarganya bermigrasi ke Mesir secara sukarela saat Nabi Yusuf as. menjadi bendahara negara pada masa itu. Karena mereka pindah secara sukarela, maka tanah asalnya tentu tak bisa diklaim lagi. Lagipula, kalau yang diklaim adalah peninggalan Nabi Ya’qub as., maka umat Islam akan merasa lebih berhak, karena di dalam ajaran Islam, pertalian aqidah lebih kental daripada hubungan darah.
Klaim ‘kepemilikan’ bangsa Yahudi juga tidak jelas. Andaikan bangsa Yahudi memang pernah tinggal di
Tanah yang Dijanjikan
Kaum Zionis mengklaim bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan kepada mereka, dan klaim ini juga sering didukung oleh umat Nasrani. Namun memaksakan klaim ini adalah sebuah tindakan pemaksaan agama, karena yang setuju hanyalah umat Yahudi dan Nasrani. Kalau boleh menguasai suatu wilayah hanya dengan modal ‘janji Tuhan’, maka umat Islam bisa mengklaim seluruh Bumi, karena Allah SWT telah mengangkat mereka sebagai khalifah fi al-‘ardh. Tentu saja, kalau umat Islam mengklaim sebuah
Bangsa Tanpa Negeri
Orang yang lari karena negerinya dilanda konflik adalah pengungsi. Atas nama kemanusiaan, umat Islam pasti akan menerima warga pengungsi dengan tangan terbuka. Sebuah Masjid di Perancis dikenal telah memberikan perlindungan kepada warga Yahudi pada Perang Dunia II, dan masih banyak contoh lainnya. Jika statusnya adalah pengungsi, insya Allah Palestina akan menerima dengan tangan terbuka (walau perlu dipertanyakan : apa iya tidak ada negara lain yang lebih dekat untuk tempat berlabuhnya para pengungsi?). Tapi layaknya pengungsi yang baik, setelah negerinya damai kembali, hendaknyalah kembali ke rumah masing-masing. Dalam kasus Palestina, ‘para pengungsi’ malah semakin kurang ajar, menembaki warga tuan rumah, dan berusaha mendirikan negara di dalam negara. Karena itu, kita tidak perlu lagi memandang kaum Zionis dengan pandangan penuh iba sebagai pengungsi yang tak punya tanah air. Eropa dan AS membuka pintu lebar-lebar kepada mereka, mengapa harus di Palestina?
Perang Antar Negara, Bukan Agama
Kalau dikatakan perang antar agama (yaitu antara Islam dan Yahudi), nampaknya memang tidak. Rasulullah saw. sendiri tak pernah mengobarkan perang dengan umat Yahudi secara keseluruhan. Umat Yahudi pun terbelah dua dalam menyikapi Zionisme Internasional ; ada yang pro dan ada yang kontra.
Namun sebutan ‘perang antar negara’ pun sangat ceroboh, karena statement ini mesti didahului dengan pengakuan terhadap
Bagaimanapun, jika dikatakan bahwa ini adalah perangnya warga Palestina, dan bukan perangnya umat Islam, maka orang yang berkata demikian telah cacat aqidah-nya. Islam tidak mengenal garis perbatasan negara. Selama masih Muslim, maka ia adalah saudara kita ; senasib dan sepenanggungan. Membela umat Muslim yang ditindas adalah kewajiban kita semua, karena Rasulullah saw. menjelaskan bahwa kita adalah bagaikan satu tubuh. Tidak ada pengecualian. Mereka yang tidak ‘gerah’ menyaksikan penderitaan umat Islam di Palestina sebaiknya mulai mengkhawatirkan kondisi keimanannya sendiri, kalau-kalau dalam waktu dekat akan dipanggil Allah SWT.
HAMAS yang Memulai
Sebagian orang berkata bahwa HAMAS-lah yang merusak gencatan senjata dengan menyerang duluan. Cukup mengherankan melihat betapa banyak orang menggarisbawahi ‘pelanggaran gencatan senjata’ kali ini (andaikan memang itu yang terjadi), sementara mereka dulu diam sejuta bahasa ketika kaum Zionis berulang kali melanggar perjanjian. Namun dalam menanggapi masalah apa pun, hendaknya diingat bahwa dalam kasus Palestina yang terjadi adalah pencaplokan wilayah. Tentunya kaum pejuang bebas menyerang penjajah kapan pun mereka bisa. Bangsa
Yang Dekat Duluan
Kontradiksinya akan kelihatan jelas di lapangan. Mereka yang menggunakan pernyataan di atas biasanya hanya menghindar dari kewajiban. Mereka bilang lebih baik mengurus yang dekat, padahal yang dekat pun tak pernah mereka urusi. Dalam acara debat di sebuah stasiun televisi, sangat menggelikan melihat sebuah parpol menyuruh parpol lain agar jangan fokus ke Palestina, dan lebih baik mengurusi warga
Eksploitasi Isu Untuk Kampanye
Sebenarnya ketimbang mempertanyakan mengapa demo mendukung Palestina yang diadakan oleh PKS 2 Januari yang lalu itu banyak menggunakan atribut PKS, lebih baik mempertanyakan kemana perginya parpol-parpol lain yang kocek-nya jauh lebih tebal? Parpol-parpol yang sanggup pasang iklan di televisi dengan durasi dan pengulangan yang sangat banyak di prime-time seharusnya merasa malu dengan kecilnya sumbangan mereka dalam masalah Palestina.
Melarang atribut parpol untuk digunakan dalam kampanye mendukung Palestina pun cenderung tidak masuk akal. Atribut adalah identitas, dan fungsinya untuk membedakan. Memang perlu menunjukkan siapa yang berdemonstrasi, karena berjamaah selalu memiliki kekuatan politis yang lebih kuat daripada bergerak sendiri-sendiri. Dengan menggunakan atributnya, para kader PKS seolah mengatakan, “Hei, di Indonesia ada sebuah partai besar yang tidak rela dengan kelakuan Zionis! Jangan main-main!”. Statement itu bertambah kuat dengan munculnya kesan solid yang ditampilkan oleh para pendemo. Jika seluruh parpol, lembaga dakwah, harakah, dan ormas lainnya mau berdemo dengan atributnya masing-masing, maka alangkah dahsyat kesan yang ditimbulkannya di media massa. Lain dengan demonstrasi yang dihadiri oleh para demonstran bayaran, yang entah datang dari mana, entah dari organisasi apa, entah pakai atribut apa, dan entah bagaimana akhlaq-nya.
wassalaamu’alaikum wr. wb.