Lelaki itu sudah lanjut usia. Aku kira umurnya 70
th lebih. Kami biasa memanggilnya Mbah. Di usianya yg telah lanjut itu, dia masih biasa mengantar cucunya ke sekolah, naik motor. Walo matanya sudah tiak bagus lagi penglihatannya, ternyata dia masih bisa dan berani mengendarai motor. Ya, memang sih, dia kendarai motor itu dg pelan2, tentunya. Dan terbatas utk waktu siang hari aja, kalo malam dia ga berani –terkait dg penglihatannya tadi.
Klo mo nemuin Mbah, sungguh gampang. Asal pas ada di tempat –ga keluar kota– hampir bisa dipastikan selalu dapat ditemui di masjid pada saat shalat berjamaah lima waktu. Dia memang hampir selalu ada pada setiap kali shalat berjamaah itu dilaksanakan. Tidak jarang, setelah shalat dia ikut ngobrol2 di masjid sambil ditemenin minuman seadanya di masjid. Ngobrol ngalor ngidul tentang berbagai hal. Dari berita yg aptudet hari itu, tentang (kegiatan) masjid, pengalamannya dulu, kabar temen/jamaah masjid yg laen, tentang anak2, ato yg laennya. Sering kali obrolannya diselingi dengan istilah2 jawa dari Mbah. Bahkan terkadang utk beberapa saat harus ngebahas istilah2 tertentu dalam obrolan itu: kalo di daerah Mbah itu dikenal sebagai apa, di daerah (dari tempat temen/jamaah) laennya lagi dikenal sbg apa, dst.
Mbah memang suka sekali nyelingin pembicaraannya dengan istilah/ungkapan2 jawa. Hal ini tidak mengherankan sebetulnya, mengingat salah satu episode kehidupan dia dulu yg cukup lama bkecimpung pada kesenian jawa yg biasa disebut dengan kuda lumping, dan juga kesukaan dia pada wayang.
Kebiasaan Mbah yg laennya adalah menutup pintu masjid. Walo tidak selalu dia sih, yg melakukannya. Biasanya bersama dengan temen laen yg juga pulang agak belakangan selesai shalat berjamaah. Ada enam pintu yg mesti ditutup: tiga pintu di ruang utama dan tiga lagi di sekeliling beranda masjid. Plus satu lagi, pintu sekretariat. Yg tidak bisa dilakukan oleh Mbah utk urusan ‘mberesin masjid selesai shalat’ adalah mematikan kipas angin. Untuk yg satu ini, Mbah selalu ngingetin ato tepatnya minta tolong kepada yg laen utk mematikannya, karena letak saklarnya memang agak tinggi, yg tidak terjangkau oleh Mbah.
Sungguh, sebetulnya banyak hal kebaikan yg bisa kita lakukan dalam hidup kita. Dalam waktu yg kita miliki. Termasuk pada sisa2 umur kita. Walopun hal2 itu kadang keliatan sepele, kecil, namun sbenarnya itu tetap memberikan arti untuk keseluruhannya. Sesuatu yg banyak dan besar itu tidak terlepas dari salah satu unsurnya yg kecil2, bukan?
Pada sisi laennya, kebiasaan melakukan kebaikan ini akan makin terasa menempati posisi yg penting ketika kita sadar bahwa kita tidak tau kapan akhir dari umur yg kita miliki. Kita berharap, semoga akhir umur kita ditutup dg kebaikan. Dan itu, sekali lagi, tidak terlepas dari kebiasaan kita. Seperti klip rekaman ini.