Friday, July 27, 2007

Al-Jihad, Masjid yg Menjadi Bagian Sejarahku

Al-Jihad adalah nama masjid di komplek perumahan (RSS)ku. Ia mulai dirintis pendiriannya sejak 1997. Pihak pengembang hanya menyediakan tanahnya; dan setelah dimintai sumbangannya, waktu itu hanya memberikan bantuan dua ratus ribu rupiah. Awal pembangunan mushola (waktu itu masih berupa mushola) –yg mengejar (target) Ramadhan harus sudah bisa dipakai– hanya berupa bangunan 6x6 m2 (sebagaimana tipe bangunan rumah di komplek itu) yg terdiri atas tiang2 dan setengah (tepatnya munkin sepertiga) tembok. Puff,,semilir deh pokoknya waktu itu, klo pas lagi (shalat) tarawih di mushola komplek.
Setelah itu, bangunannya agak berkembang, ditembok smua. Tapi tanpa plesteran; dan pintu serta (kusen) jendelanya pake bekasnya rumah2 komplek (rumah2 yg telah mengalami renovasi. Terus berkembang –dengan berbagai lika-likunya (tau sendiri, kan,, manusia itu macem2)– dari diplester, dibikinin tempat berwudhu, dilebarin, dipugar plus diluruskan kembali kiblatnya, smpe dilebarin lagi (utk yg kedua kali) sekaligus dengan membeli kapling tanah yg ada di depan masjid.

Masjid ini relatif berdiri atas ‘jerih payah’ warga kompleknya sendiri. Dengan kemampuan seadanya, yg memang rata2 adalah keluarga yg menengah agak ke bawah stratanya (heheheheh istilahnya aneh bangets, ya..). Jadi, wajar memang, kalo akhirnya jalannya pembangunan masjid ini pelan2.
Seiring dengan perkembangan masjid, tentu ada hal2 yg menjadi kenangan tersendiri bagi orang2 yg terlibat dalam ‘hiruk-pikuknya’ masjid ini. Dua hal yg ingin aku tuliskan di sini adalah tentang obrolannya dan makan-makannya. Weh..weh.. kayak apa itu??

Ngobrol bareng di masjid
Seringnya sih, ngobrol ini dilakukan setelah maghrib, sambil menunggu waktu isya datang. Walopun ngga tiap hari juga. Namanya juga ngobrol, jadi ngga ada tema tertentu. Suka2 deh, ngalor-ngidul ngetan-ngulon. Saling tukar info, tukar pendapat. Eh, kadang tidak hanya tukar pendapat, tukar pendapatan juga… Nraktir, maksudnya. Seperti kemarin maghrib, Pak Kusasi (kerja di PT NUH) yg baru saja selesai tugas dari lokasi, dia nraktir makan bakso buat kita2 yg lagi cangkrukan di masjid, selesai shalat maghrib. Sekadar info, biasa.. di masjid ada lelek/tukang bakso yg sering ikut shalat jamaah di masjid.
Tapi jangan beranggapan ini ngobrol2 yg tiada guna. Setidaknya silaturahim di antara kami makin terjalin lagi, palagi klo ada yg nraktir kayak kemaren. Terkadang juga ada jamaah baru, baik warga baru ataupun famili dari warga yg akan tinggal beberapa lama di rumah familinya (biasanya sih orang tua yg lagi berkunjung ke rumah anaknya); nah ajang ngobrol ini menjadi sarana utk memperdalam kenalnya kami kepadanya.
Faedah lain adalah, tidak jarang kami mendapat info bermanfaat dari salah seorang teman ngobrol itu. Baek itu, info ttg pekerjaan, pendidikan (utk anak2 kami), aktivitas dakwah, sosial, dan berita2, ato yg laennya.
Paling tidak juga, buatku, kesempatan ini sering menjadi sarana ‘jeda’ku dari rutinitas kerjaan kantor, aktivitas dakwah di lembaga yg kuikuti, online di internet (tmasuk ngeblognya), dan rutinitas di rumah. Tidak jarang muncul inspirasi dari pertemuan santay ini.

Makan-makan bareng
Ini menarik pula. Ya, ngga?? Ini memang hal menarik, yg banyak disukai orang, (barangkali) termasuk pula anda.
Makan bareng ini, selain dilakukan pada saat2 seperti kerja bakti dan waktu iedul Qurban, juga dilakukan secara insidentil tergantung pada kesepakatan temen2. Kadang juga dilakukan setelah acara pengajian, sekaligus ngajak guru/pengisinya.
Menunya pun macam2/ganti2. Dari rica-rica manado, coto makassar, soto banjar, gulai, lalapan, de es te. Klo ga makan besar, yaa…sekadar snack, makanan kecil, ini lebih sering lagi kalo pas iedul Fitri.
Makan bareng-bareng,, tentu terasa beda kan suasananya..?? menambah keakraban, tambah kenal macam2 masakan (aq kenal rica2 ya di sini), dan insya Allah juga menambah pahala (dari yg ikut nyumbang dana, masakin, ngebawain barang/makanannya ke masjid, bahkan juga yg menikmatinya lalu memujinya serta berterima kasih). Wuuih…nikmaaaat. Euunak tenaaaan :)

*di teras samping masjid inilah, biasanya kami ngumpul2*

* * *
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS Annur:61)

Wednesday, July 18, 2007

Sekarang Rajab...

menyusul setelah itu: Sya’ban,…dan… Ramadhan (…terus Syawal).
Ga terasa…
Ya, dua bulan lagi Ramadhan akan hadir.
Tamu agung yg mesti disambut dengan penuh kegembiraan
Bagus kalo kita melakukan persiapan untuk menyambutnya.
Munkin tulisan ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk itu
Ato persiapan lainnya. Bisa kita lakukan.
Hanya mengingatkan…
Bulan yg penuh barokah itu sebentar lagi akan datang…

Allaahumma baariklanaa fii rajabi wa sya’baan, wa ballighnaa ramadhaan

Mengeluh

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang menegakkan shalat

Begitulah manusia...
Dia diciptakan, salah satunya dengan memiliki kecenderungan untuk berkeluh kesah. Tentang apa saja. Di waktu kapan saja. Tidak jarang, ditujukan kepada siapa saja.
Itu memang sudah ‘melekat’ padanya.
Ada orang yg sedikit2 mesti ngeluh. Apa aja mesti dikeluhin. Kepada siapa pun dia mengeluh. Dapat nikmat aja ngeluh (yg katanya kurang banyak lah, qo’ kayak gini aja, qo’ yg di sana lebih banyak dari aku, dsb...), apalagi dapat musibah ato cobaan, hal2 yg memang “dimaklumi” untuk ditanggapi dengan keluh kesah. Parahnya, orang kek gini sangat berpotensi untuk menjadi agen penyebar virus keluhan. Tidak sedikit ada orang, anak, murid, yg pinter mengeluh, karena bersama dia ada pakar mengeluh. Duhh... :(
Ada juga orang yg ngungkapin keluhannya dengan hati2, pilih2 orang, pilih2 kata dst.. klo mo ngeluarin keluhannya. Ngga sembarangan dia ngeluarinnya, ngga mo ngobral lah… Malu…
Walo ada orang2 yg bertekad untuk tetap tegar, tabah, tidak mau cengeng, tidak mau membebani orang laen, …tapi teteeep aja, sifat itu sesungguh telah melekat pada manusia, sebagai fitrahnya. Tidak bisa diingkari & dihindari. Mau ga mau (hehehe..harus mau, ya).

Nah, kata ust Saiful Islam Mubarak (yg dari Bandung itu), ketika bliau ada kesempatan mampir & ngisi taushiyah di kota ini, sesungguhnya kita hidup adalah untuk beribadah kepada Allah, agar kita bertakwa kepadanya. Karena itu, segala kondisi yg terjadi pada kita, segala keadaan yg kita alami, mesti kita sikapi dan kita tanggapi untuk (dalam rangka) ketakwaan kita kepada-Nya. Termasuk kondisi2 kita ketika marah, sedih, mengeluh, dsb, itu harus dilakukan (ato disikapi) agar bermanfaat bagi peningkatan ketakwaan kita.
Nah, lo…nyambung ga nih… Klo kita dapat nikmat, kita lagi suka, kita kaya,,, adalah wajar jika kita harus memanfaatkannya untuk meningkatkan takwa kita. Tapi pas giliran kita kena musibah, lagi sedih dan banyak keluhan, ato kita miskin,,, gimana cara manfaatinnya agar kita makin bertakwa? Yup, ketika kondisinya seperti yg disebutkan pada bagian yg terakhir tadi maka kita harus tetap menghadapinya untuk makin dekat kepada Allah. Ketika marah misalnya kita harus segera ingat untuk tidak melampiaskan secara berlebihan dan merugikan, syukur2 bisa segera ambil air wudhu (berwudhu maksudnya, ga cuma ambil airnya duank ). Ketika sedang duka, ada masalah, curhatlah secara proporsional untuk mendapatkan solusinya, bagus banget kalo menyampaikan keluhannya pada Tuhan kita. Ketika kita miskin, yaa kita harus bangkit dari kemiskinan itu dengan ikhtiar mencari nafkah yg halal. De es te…

* * *
back to ‘mengeluh'…

Kemaren aku mengalami & melakukannya. Di dalam salah satu milis dari beberapa milis yg kuikuti. Akhirnya keluarlah ‘keluhan’ itu dariku. ‘Keluhan’ yg sebenarnya aku sendiri tidak suka untuk memperdengarkannya kepada orang lain. Yg selama ini aku tahan2, dan memang –alhamdulillah– selama ini aku bisa menyiasati & menikmati kondisi itu (yg kukeluhkan) relatif dengan baik, dengan aman.
Keluhan itu akhirnya keluar juga. Setelah ada postingan dari teman yg menyampaikan pengalamannya [baca: keluhannya]. Keluhan di atas keluhan. Bagiku (keluhan) itu perlu disikapi secara simpatik. Dari tulisan dia, serasa aku tidak bisa menahan liukan jari2 ini untuk terus begerak di atas keyboard di depanku. Ungkapkan peduliku, bahwa dia tidak sendirian, masih ada orang2 laennya yg juga mengalaminya. Itu dimaksudkan juga untuk menggugah kesadaran-bersama temen2 milis akan adanya kondisi itu, bahwa itu tidak bisa dipungkiri. Harapannya akan ada ‘tindak balas’ yg mudah2an bisa membantu mengatasi problem yg ada.
Jangan biarkan keluhan2 itu berlalu begitu saja. Harus ada proses saling mengingatkan. Bahwa tidak ada kebaikan pada keluh kesah yg berlarut-larut. Tidak bagus terus melarutkan diri dalam keluhan, dalam kesedihan. Juga harus ada tindakan yg meringankan beban. Bahwa kita perlu membantu orang2 yg perlu pertolongan. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita pada saat kita memerlukannya kelak … di akhirat.

* sory, ya .. isi keluhan itu tidak perlu lah kuulang di ‘forum’ ini. Smg tidak mengurangi kenyamanan anda dalam mengambil hikmahnya
* tuk temen2 milis dejekaen, salam jabat erat. Terus bangun kebaikan & kebersamaan
* tuk mas andri yg ada di center/pusat, khususnya, thnx atas tanggapannya yg bijak

Friday, July 6, 2007

Mutasi...mutasi... (2)

Akhirnya...

Tadi pagi SK tentang mutasi pegawai pelaksana dah mulai 'disebar'. Teman2 yg sebelumnya dah deg-degan menanti kabar mutasinya masing2 langsung pada nanyain, kena mutasi ga? mutasi ke mana? dst

Aku sendiri -juga istriku- ternyata ga ke mana-mana, alias sih tetep di sini, di Balikpapan kota minyak kota beriman, kota 'tercinta. Semula sih, kami pengin bisa pindah ke Pekalongan, kampung halamanku. Instansiku memang buka kantor cabang baru di sana.
Knapa pengin pindah ke sana? Yaa biasa, salah satunya pengin deket ama ortu n mertua (Magelang), biar bisa berbuat lebih baik lagi ke mereka. Maklum di sini kami harus ada persiapan klo pengin mudik.

'Hasil' SK ini, bagaimanapun masih kami syukuri. Kami emang berharap klo ga bisa ke Pekalongan, lebih baek tetep di sini aja. Bukan apa2. Klo pindah ke tempat laen berarti harus mulai lagi dengan kehidupan baru di tempat baru, sementara di sini kami dah lumayan 'stabil' n masih ada rencana2 yg mesti diselesekan. Walo sebenarnya kami juga ga terlalu masalah kalo ternyata harus demikian. (Tadinya kami menduga ada kemungkinan pindah ke Samarinda)

Akhirnya...
kami ternyata tetep di sini. Di Balikpapan. Nampaknya kami masih harus banyak berbagi lagi di sini. Paling tidak untuk sementara ini.
Buat temen2 yg dapat mutasi ke tempat laen, yg tersebar dari Aceh ampe Papua, selamat memulai hidup barunya, selamat dengan pengalaman barunya. Jalani dengan sebaik-baiknya yg mampu kalian lakukan.
Semoga Allah tambahkan keberkahan-Nya kepada kita semua atas semua kebaikan kita. Semoga Allah terus membimbing kita.

Semangat bro!!